About

Tuesday, 8 January 2019

Cerpen Romantis Bahasa Indonesia 5

Hati Yang Terluka 

Hari ini adalah hari pertama Sherin bersekolah di sekolah barunya. Alasan Sherin pindah ke sekolah tersebut adalah ingin lebih mengenal sosok yang bernama Kenneth Albrian. Padahal sekolahnya yang dulu merupakan sekolah unggulan di daerahnya. Ya, Sherin sudah jatuh cinta kepada Kenneth sejak pertama kali melihatnya di perlombaan basket yang diadakan di sekolahnya.
“Perkenalkan nama saya Sherin Inggira, biasa di panggil Sherin.” Ucap Sherin memperkenalkan dirinya.
“Baiklah, Sherin kamu duduk di sana.” Ucap Bu Tari sambil menunjuk ke arah salah satu kursi yang kosong di barisan kedua dari depan.
“Hai, nama gue Olin.” Olin yang merupakan teman duduk Sherin mengulurkan tangannya untuk mengajaknya berkenalan.
“Sherin.” Sherin meraih uluran tangan Olin sambil tersenyum.
“Hari ini tidak ada guru yang masuk mengajar karena ada rapat di aula. Jadi kalian jangan membuat keributan di kelas.” Ucap Bu Tari sebelum meninggalkan kelas.
Setelah kepergian Bu Tari, kelas yang tadinya tenang berubah menjadi ribut. Laki-lakinya mulai bermain kartu remi, sedangkan perempuannya sudah membuat salon dadakan dengan mengeluarkan semua alat make up mereka.
“Gini nih kalau guru nggak masuk, kelas berubah jadi kayak pasar, ribut bener.” Ucap Olin.
“Sekolah gue dulu, juga kayak gini kalau lagi free.” Ucap Sherin.
“Woyy, kalian semua bisa diam gak sih. nggak denger tadi pesan Bu Tari. JANGAN RIBUT.” Teriak Aldo yang merupakan ketua kelas. Merasa tidak di pedulikan, Aldo maju ke depan kelas.
Brakkk
Aldo menendang meja sehinggak menimbulkan suara yang cukup keras. Semua siswa yang tadinya ribut kini fokus melihat Aldo.
“Gue sebagai ketua kelas harus mengamankan kelas supaya tidak ribut. Gue nggak larang kalian untuk main kartu atau melakukan kegiatan lainnya. Tapi kalian jangan ribut, bisakan main nggak pake ribut segala?” Ucap Aldo.
“Tapi nggak seru, Do. Main tanpa ribut itu, kayak sayur tanpa garam tau. Hambar.” Protes Reno tidak setuju dengan perkataan Aldo.
“Ya udah, yang mau ribut silahkan.” Ucapan Aldo belum selesai karena dipotong oleh Reno.
“Thanks, Do. Lo emang ketua kelas yang pengertian deh.” Ucap Reno.
“Gue belum selesai bicara, Reno. Yang mau ribut boleh saja, tapi nama kalian gue kasi ke Bu Tari, biar nilai kalian diturunin, gimana?” Ucap Aldo sambil tersenyum miring.
“Yah. nggak asik lo, Do.” Keluh Reno.
“Masih untung kelas ini punya ketua kelas kayak Aldo.” Ucap Olin sambil menopang dagunya di atas meja dengan arah pandangannya tertuju pada Aldo.
Sherin hanya tersenyum mendengar ucapan Olin. Kelas sudah menjadi sedikit lebih tenang setelah mendengar ucapan Aldo tadi.
“Olin, gue boleh nanya nggak?” Tanya Sherin.
“Mau nanya soal apa?” Ucap Olin.
“Lo tau nggak siswa yang namanya Kenneth Albrian.” Ucap Sherin.
“Maksud lo, Kenneth yang kapten basket itu.”
“Iya, lo kenal nggak?” Kini Sherin sudah duduk menghadap ke Olin.
“Ya iyalah, orang dia itu sepupu gue.” Ucap Olin.
“Lo bisa nggak ngenalin gue sama dia.” Pinta Sherin dengan mata yang berbinar binar ke Olin berharap permintaannya dikabulkan.
“Lo suka sama Kenneth, ya?” Ucap Olin yang dibalas anggukan oleh Sherin.
“Lo nggak tau sikap Kenneth itu kayak gimana, dia itu cowok yang cuek abis, tau nggak? Gue aja yang sepupunya diecuekin sama dia.” Ucap Olin dengan nada yang sedikit kesal.
“Gue mohon bantuin gue, ya?” Sherin menautkan tangannya di depan dadanya memohon agar Olin dapat membantunya.
“Gue mau nanya alasan lo pindah ke sini, setahu gue sekolah lo itu merupakan sekolah yang cukup unggul, kan?” Tanya Olin.
“Gue pindah ke sini itu supaya bisa lebih dekat sama Kanneth.” Ucap Sherin sambil tersipu malu.
“Ck, segitu sukanya lo sama Kenneth.” Ucap Olin
“Gini aja deh, gue anterin lo ketemu sama Kenneth, selebihnya lo yang urus sendiri, ya.” Usul Olin yang langsung dibalas angguka oleh Sherin.
Sherin dan Olin berjalan bersisian di koridor dekat lapangan basket. Sherin cukup menyita perhatian orang-orang yang juga ada di koridor tersebut, terlebih lagi para cowoknya. Mereka menatap Sherin dengan tatapan memuja. Sherin memang salah satu cewek yang dikaruniai tubuh yang bisa dikatakan menghampiri kata sempurna. Tubuhnya yang tinggi, kulit yang putih, hidung yang mancung, dan juga lesung pipit yang ada di kedua pipinya.
Sherin dan Olin menghampiri Kenneth yang sedang mendribble bola.
“Kenneth.” Merasa namanya dipanggil, Kenneth menghentikan kegiatannya dan menoleh ke arah sumber suara.
“Ada yang mau ketemu sama lo.” Olin memberi kode kepada Sherin untuk segera mendekat ke arah Olin dan Kenneth berada.
“Hai.” Sapa Sherin. Kenneth memandang Sherin dengan tatapan bingung.
“Kenalin nama gue Sherin.” Sherin mengulurkan tangannya untuk mengajak Kenneth berkenalan. Tapi Kenneth hanya menatap tangan Sherin yang menggantung di udara tanpa meraihnya sedikit pun. Merasa diabaikan, Sherin kembali menarik tangannya.
“Lo ingat nggak, tim cheers waktu lo ikut pertandingan basket di sekolah SMA Blue Sky. Gue salah satu anggotanya, gue liat waktu lo main basket, keren banget tau nggak.” Ucap Sherin bersemangat.
“Gue bela-belain pindah ke sini untuk bisa kenal lo lebih dekat lagi, boleh kan?” Tambah Sherin.
“Kurang kerjaan banget.” Ucap Kenneth sebelum meninggalkan lapangan basket.
“Tuh kan gue bilangin juga apa, dia itu cuek abis.” Ucap Olin.
“Gue pindah ke sini supaya bisa lebih mengenal Kenneth, jadi gue bakalan terus usaha untuk dekat sama dia.” Ucap Sherin optimis.
“Gue Cuma bisa dukung lo doang, Rin.” Olin menepuk pundak Sherin.
“Thanks. Gue seneng bisa dapat teman kayak lo, Lin.” Ucap Sherin.
“Perfect.” Ucap Sherin melihat tubuhnya di depan cermin. Biasanya, Sherin hanya mengucir rambutnya, tapi hari ini ia biarkan rambutnya di gerai, Sherin juga menambahkan bandana di atas kepalanya.
Sherin duduk di meja makan sambil menikmati sarapannya. Seperti biasa, Sherin hanya sarapan seorang diri, tanpa kehadiran ayah ataupun mamanya. Kedua orangtua Sherin sudah bercerai, mamanya sudah menikah lagi dan ayahnya pergi ke Jerman membantu bisnis yang di jalankan oleh keluarganya. Sebenarnya Sherin sudah di ajak ke Jerman oleh ayahnya, tapi Sherin menolak dengan alasan banyak kenangan yang akan ia tinggal di rumah ini. Jadi Sherin memilih untuk tetap tinggal di rumah itu. Di rumah ini hanya ada pembantu dan supir yang biasa mengantar Sherin.
Sherin berjalan menyusuri koridor menuju kelasnya. Ia melihat Olin yang sudah terlebih dahulu datang.
“Pagi Olin.” Sapa Sherin. Olin yang sedari tadi memainkan hpnya langsung menatap Sherin sambil tersenyum.
“Pagi, Rin.” Ucap Olin.
Pak Raka yang merupakan guru matematika sudah memasuki kelas. Seperti murid lainnya, Sherin juga merasa pusing jika berurusan dengan yang namanya matematika.
Tingg tinggg
Bel tanda istirahat mengakhiri pelajaran matematika.
“Sherin, kita ke kantin, yuk.” Ajak Olin setelah membereskan buku-bukunya di atas meja.
“Ayo.” Ucap Sherin.
Sesampainya di kantin, Sherin dan Olin pergi memesan makanan.
“Rin, lo mau duduk di mana?” Tanya Olin sambil memegang makan yang tadi ia pesan. Sherin mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan kantin. Ekor mata Sherin melihat Kenneth yang tengah duduk sendiri di pojok kantin.
“Kita ke sana aja, Lin.” Ucap Sherin. Olin hanya mengikuti Sherin dari belakang.
“Di samping lo kosong, gue sama Olin boleh duduk nggak?” Ucap Sherin setelah sampai di dekat Kenneth. Kenneth tidak menjawab ucapan Sherin, ia lebih memilih fokus menghabiskan makanannya. Merasa tidak di respon, Sherin memilih untuk duduk di samping Kenneth.
“Gue seneng banget bisa satu sekolahan sama lo.” Ucap Sherin.
“Gak heran deh, kalau lo itu jadi kapten basket, lo mainnya jago banget, sih.” Sherin masih berusaha memancing Kenneth agar mau mengobrol dengannya.
“Selain suka olahraga basket, lo suka olahraga apa lagi, Ken?”
“Ken, Sherin ngajak lo ngobrol, kok lo nggak jawab sih.” Olin yang sedari diam merasa kesal kepada Kenneth karena mengabaikan Sherin.
Setelah menghabiskan makanannya, Kenneth bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari kantin. Olin mendengus melihat sikap Kenneth yang sangat cuek.
“Gue heran kenapa Kenneth bisa jadi cuek gitu.” Gumam Olin.
“Loh, emangnya dulu Kenneth kayak gimana.” Tanya Sherin.
“Dulu Kenneth itu orangnya ramah, tapi pas masuk SMA dia berubah jadi dingin, cuek banget. Gue nggak tau alasannya kenapa dia berubah.” Ucap Olin.
“Gue udah kenyang nih, balik ke kelas, yuk.” Ucap Olin
“Iya, makanan gue juga udah abis.”
Sherin dan Olin berjalan menuju ke kelasnya. Setelah memasuki kelas, mereka berjalan ke arah kursi mereka.
“Lin, sepulang sekolah gue ada rapat bentar, nggak lama kok.” Ucap Aldo kepada Olin.
“Iya, gue tungguin kok.” Ucap Olin
“Lo berdua pacaran, ya?” Tebak Sherin.
“Iya, Rin. Udah jalan satu tahun.” Ucap Olin.
“Long langest, ya?” Ucap Sherin.
“Thanks, Rin.” Ucap Aldo.
“Gue mau ke toilet dulu, ya?” Pamit Sherin kepada Olin.
Setelah dari toilet, Sherin berjalan menuju kelasnya kembali. Tapi, ditengah perjalanan Sherin melihat Kenneth dan teman-temannya sedang bermain basket. Sherin berdiri di pinggir lapangan untuk melihat permainan basket mereka.
“KENNETH GO GO GO.” Teriak Sherin sambil menari-nari menirukan gerakan cheerleader yang biasa ia lakukan di sekolahnya dulu.
“Ken, itu siapa panggil-panggil nama lo, kok gue baru liat, ya?” Tanya Gino teman Kenneth.
“nggak tau gue.” Ucap Kenneth sambil mendribble bola lalu melemparnya ke ring.
“Yeee.” Teriak Sherin melihat bola yang dilempar Kenneth berhasil masuk ke dalam ring.
“Cantik Ken, kalau lo nggak mau, buat gue aja deh.” Ucap Gino yang dibalas dengusan oleh Kenneth.
Sherin melihat Kenneth dan teman-temannya sudah berhenti bermain basket. Sherin kemudian berjalan ke arah Kenneth dan teman-temannya.
“Hai.” Sapa Sherin.
“Hai.” Ucap teman-teman Kenneth, Kenneth hanya melirik Sherin sekilas.
“Kok gue nggak pernah ngeliat lo di sekolah. Lo anak baru, ya?” Tanya Gino.
“Iya, baru kemarin gue pindahnya.” Jawab Sherin.
“Oh ya Ken, permainan basket lo tadi keren banget, tau nggak.” Ucap Sherin.
“Kapan-kapan gue boleh minta di ajarin main basket sama lo, ya.” Lanjut Sherin.
“nggak.” Ucap Kenneth datar.
“Kalau Kenneth nggak mau, gue bisa kok ngajarin lo main basket.” Tawar Gino.
“Makasih, tapi gue pengennya Kenneth yang ngajarin gue, boleh ya?” Pinta Sherin kepada Kenneth.
“Gue nggak bisa.” Ucap Kenneth lalu berlalu dari hadapan Sherin.
Sementara dari jauh, Olin mengamati semua hal yang dilakukan Sherin tadi.
“Gue harap Sherin bisa ngilangin sifat cueknya Kenneth.” Gumam Olin.
Keesokan harinya, Sherin datang ke sekolah dengan membawa sekotak coklat. Rencananya ia akan mengungkapkan isi hatinya kepada Kenneth hari ini. Mungkin Sherin belum terlalu mengenal Kenneth, tapi ia sudah yakin dengan perasaannya kepada Kenneth.
“Lo beneran mau ngungkapin perasaan lo sama Kenneth.” Tanya Olin memastikan.
“Iya, Lin. Gue nggak peduli kalau nanti gue ditolak, yang penting gue udah ngaku sama dia.” Ucap Sherin optimis.
“Ya udah deh. Gue Cuma bisa doain lo doang.” Ucap Olin.
Sherin melihat Kenneth melewati kelasnya. Ia kemudian berlari mengejar Kenneth lalu berhenti di hadapannya.
“Lo ngapain ngalangin jalan gue.” Ucap Kenneth bingung.
“Mungkin ini terlau cepat buat gue, tapi gue udah yakin sama perasaan gue sendiri.” Ucap Sherin yang masih menundukkan kepalanya.
“Gue nggak peduli lo mau ngatain gue kayak gimana. Gue Cuma mau ngungkapin perasaan gue sama lo, kalau gue itu, suka sama lo.” Sherin mendongakkan kepalanya menatap mata Kenneth. Siswa yang berada di koridor tersebut kaget melihat aksi Sherin yang mengungkapkan perasaanya kepada Kenneth.
“Gue nggak minta apa-apa sama lo. Gue Cuma mau ngungkapin perasaan gue ini. Oh ya, ini coklat buatan gue sendiri.” Ucap Sherin sambil menyodorkan kotak coklat yang sedari tadi ia pegang. Kenneth tidak mengambil kotak tersebut, ia memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanannya. Merasa diabaikan, Sherin kembali mengejar Kenneth.
“Kalau lo nggak bisa bales perasaan gue, setidaknya lo terima ni coklat. Gue udah susah-susah buatin ini Cuma buat lo.” Sherin menarik tangan Kenneth lalu memberikan kotak tersebut. Kenneth hanya melihat punggung Sherin yang perlahan menjauh dan menghilang dari pandangannya.
Kenneth duduk di sebuah cafe sambil meminum kopi yang baru saja ia pesan.
“Kenneth?”
“Karin?” Ucap Kenneth
“Gue nggak nyangka bisa ketemu sama lo di sini.” Ucap Karin.
“Gue baru kembali dari Singapura kemarin.” Lanjut Karin. Kenneth masih tidak mengeluarkan suara.
“Ken, soal kejadian waktu itu, gue minta maaf.” Ucap Karin.
“Gue tahu waktu itu lo pasti kecewa banget sama gue, gue minta maaf. Gue kembali ke sini supaya gue bisa memperbaiki hubungan kita lagi.” Ucap Karin lagi.
“nggak ada yang perlu diperbaikin lagi, Rin.” Ucap Kenneth.
“Gue nyesel banget ninggalin lo waktu itu. Gue nggak bisa lupain lo, gue terus kepikiran lo di sana. Dan gue yakin lo masih cinta sama gue.” Ucap Karin.
“Gue pengen kita balik kayak dulu lagi, Ken” Tambahnya.
Sherin memasuki sebuah cafe yang di dalamnya ada Kenneth dan juga Karin. Kenneth yang melihat keberadaan Sherin di cafe tersebut langsung melambaikan tangannya ke arah Sherin.
“Sherin.” Panggil Kenneth. Sherin yang mendengar namanya di panggil langsung menoleh ke arah Kenneth. Sherin kemudian berjalan ke meja Kenneth.
“Lo duduk di sini.” Ucap Kenneth. Sherin kemudian duduk di samping Kenneth. Karin hanya diam melihat Kenneth dan juga Sherin.
“Ken, ini apa?” Tanya Karin bingung melihat Kenneth yang menggenggam tangan Sherin di atas meja. Sementara Sherin hanya diam memandangi tangannya yang di genggam oleh Kenneth.
“Gue udah punya pacar, dan ini pacar gue.” Ucap Kenneth sambil menunjukkan tautan tangannya dengan Sherin.
“Ken, lo nggak mungkin bisa lupain gue.” Ucap Karin dengan air mata yang sudah menumpuk di matanya.
“Gue minta maaf, Rin. Gue nggak bisa balik lagi sama lo. Gue udah punya Sherin.” Ucap Kenneth. Sherin masih terdiam, ia belum bisa mengeluarkan suaranya. Ia masih bingung dengan apa yang terjadi sekarang ini.
“Ken?” Ucap Karin lirih. Kenneth tidak tahan melihat Karin yang sudah menangis di depannya. Ingin rasanya ia menghapus air matanya, tapi mengingat apa yang sudah Karin lakukan kepadanya dulu, menjadi alasan Kenneth untuk tidak kembali lagi padanya.
“Gue duluan, Rin.” Kenneth menarik tangan Sherin keluar dari cafe tersebut. Sepeninggalan Kenneth, Karin mulai terisak, ia sangat menyesal telah meninggalkan Kenneth.
Setelah cukup jauh dari cafe, Kenneth melepaskan tangan Sherin.
“Gue baleh minta tolong, nggak?” Tanya Kenneth.
“Minta tolong apa.” Ucap Sherin.
“Gue minta lo pura-pura jadi pacar gue kalau di depan Karin.” Ucap Kenneth.
“Karin?” Tanya Sherin.
“Cewek yang di cafe tadi.” Jawab Kenneth.
“Oh, emangnya kenapa lo harus pura-pura punya pacar di depannya Karin?” Tanya Sherin bingung.
“Ya udah kalau lo nggak mau.” Kenneth berjalan meninggalkan Sherin. Sherin dengan sigap mencekal tangan Kenneth.
“Gue bakal bantuin lo.” Ucap Sherin.
“Setidaknya dengan ini, gue bisa lebih dekat sama lo, Ken.” Batin Sherin.
“Lo kok bisa ada di sekolah ini?” Tanya Kenneth bingung melihat keberadaan Karin di sekolahnya.
“Gue pindah ke sini, Ken. Gue bakalan bikin lo balik lagi sama gue.” Ucap Karin tersenyum.
Dari jauh Sherin melihat Kenneth dan Karin. Ia kemudian berlari menghampiri mereka.
“Kenneth.” Ucap Sherin sambil menggandeng tangan Kenneth.
“Gue udah lapar nih, kita ke kantin yuk.” Ajak Sherin yang di balas anggukan oleh Kenneth. Sebelum pergi, Sherin sempat berbalik sambil tersenyum ke arah Karin.
Sesampainya di kantin, Kenneth melepaskan tangan Sherin dari tangannya.
“Lain kali nggak usah kayak gini.” Ucap Kenneth datar.
“Biar lebih meyakinkan lagi, kalau kita itu pacaran.” Ucap Sherin tersenyum.
“Sherin!” Panggil Olin yang ternyata juga ada di kantin bersama dengan Aldo.
“Kita duduk di sana aja, Ken.” Ajak Sherin sambil menunjuk meja yang di tempati oleh Olin.
“nggak, lo aja.” Tolak Kenneth.
“Nurut aja sih Ken. Kan gue juga pacar lo.”
“Lo itu Cuma pacar boongan gue, lagian kan kita Cuma akting di depannya Karin doang.” Ucap Kenneth.
“Lo nggak bosan apa, makan sendiri mulu. Sekali-kali makan bareng nggak papa, kan?” Sherin menarik tangan Kenneth mendekat ke meja tempat Olin duduk.
“Hai, Lin, Do.” Sapa Sherin kepada Olin dan Aldo.
Sherin dan Kenneth duduk berhadapan. Olin dan Aldo memandang Sherin dan Kenneth secara bergantian, suasana pun menjadi sedikit canggung.
“Gue pesen makan dulu.” Ucap Kenneth.
“Sekalian pesenin gue ya, Ken. Makanannya samain aja sama lo.” Pinta Sherin
Sebelum Kenneth mengeluarkan suaranya, Sherin langsung memberikan kode melalui gerakan matanya mengenai kehadiran Karin. Kenneth yang langsung menangkap kode tersebut lantas tersenyum.
“Nanti sekalian gue pesenin lo.” Ucap Kenneth sambil mengacak-acak puncak rambut Sherin.
“Sherin, Kenneth kok bisa berubah kayak gitu sih?” Tanya Olin bingung melihat perubahan sikap Kenneth.
Belum sempat Sherin menjawab pertanyaan Olin, seseorang sudah terlebih dahulu menyelanya.
“Lo Olin, kan?” Tanya Karin.
“Karin?” Ucap Olin.
“Lo kapan pindahnya ke sini?” Tanya Olin.
“Baru hari ini, Lin.” Jawab Karin sambil duduk di samping Olin. Sherin menatap mereka bingung. Tak lama kemudian, Kenneth datang sambil membawa dua mangkok bakso.
“Ini.” Kenneth langsung membuang mukanya setelah melihat Karin.
“Makasih, Ken.” Ucap Sherin. Sherin yang menyadari jika sedari tadi Karin terus menatap Kenneth.
“Ken, buka mulut lo.” Ucap Sherin berniat untuk menyuapi Kenneth. Kenneth pun langsung membuka mulutnya.
“Gue juga mau nyobain punya lo dong.” Pinta Sherin sambil membuka mulutnya berharap Kenneth mau menyuapinya juga.
“Rasanya kan sama aja, Rin.” Sherin langsung cemberut sambil menundukkan kepalanya menatap bakso yang ada di hadapannya.
“Nih.” Kenneth menyodorkan bakso ke mulut Sherin.
“Gue berharap kita bisa kayak gini terus, Ken.” Batin Sherin.
Sementara itu, Karin menatap nanar ke arah Kenneth.
Setelah dari kantin, Olin langsung menarik tangan Sherin untuk duduk di bangkunya.
“Lo sama Kenneth kenapa? Kalian pacaran, ya? Tapi, kemarin Kenneth nolak lo, kan? Kok jadi berubah kayak gini? Lo apain Kenneth, Rin?” Olin memberikan pertanyaan secara beruntun kepada Sherin.
“Nanyanya satu-satu dong, Lin.”
“Jadi kemarin itu gue emang di tolak sama Kenneth. Tapi, pas pulang sekolah, gue ketemu sama Ken di cafe, di sana juga ada Karin. Nah, di situ Kenneth minta gue pura-pura jadi pacarnya di depan Karin. Gue seneng banget, Lin. Ya, meskipun Kenneth Cuma jadiin gue pacar bo’ongannya.” Jelas Sherin.
“Jadi, Kenneth minta lo jadi pacar pura-puraanya di depan Karin?” Tanya Olin yang di balas anggukan oleh Sherin.
“Eh, tapi Karin itu siapanya Kenneth” Tanya Sherin.
“Dulu itu, Karin sempet pacaran sama Kenneth.”
“Trus kenapa mereka putus?” Tanya Sherin lagi.
“Gue nggak tau persis sih penyebabnya apa mereka putus.” Ucap Olin.
“Oh ya. Lo tau alamat Kenneth nggak?” Tanya Sherin.
“Gue tau, emangnya lo mau ngapain?”
Sherin mengetuk pintu rumah Kenneth.
“Cari siapa ya?” Tanya orang yang membuka pintu.
“Kenneth, tante.” Jawab Sherin.
“Kenneth baru mandi, masuk dulu, yuk.” Ucap Ratna yang merupakan mama Kenneth.
Sherin melihat Ratna sedang sibuk menyiapkan sarapan di dapur, langsung menghampirinya.
“Sherin bantuin ya, tan.” Ucap Sherin sambil mengambil wortel dan pisau.
“nggak usah, kamu duduk aja.” Tolak Ratna.
“nggak papa, Tan. Sherin udah biasa kok masak.” Ucap Sherin yang dibalas senyuman oleh Ratna.
“Sherin, lo kok bisa ada di sini?” Tanya Kenneth yang melihat Sherin menyiapkan makanan di atas meja makan.
“Wahh, siapa nih?” Tanya Alfa yang merupakan Ayah Kenneth.
“Temannya Kenneth, yah.” Jawab Ratna sambil mengambilkan nasi ke piring Alfa dan juga Kenneth.
“Lo ngapain ke rumah gue?” Tanya Kenneth.
“Gue mau berangkat bareng sama lo.” Jawab.
“Gue nggak mau, lo berangkat sendiri aja.” Ucap Kenneth.
“Tapi supir gue, udah gue suruh pulang.”
“Kenneth kamu berangkatnya sama Sherin aja. Kasian dia udah datang pagi-pagi ke sini loh.” Ucap Ratna.
“Iya, Ma.” Ucap Kenneth singkat.
“Nih, kamu makan yang banyak, ya. nggak usah malu.” Ratna menyendokkan nasi ke ke piring Sherin.
“Kapan keluarga gue kayak gini?” Batin Sherin.
Setelah selesai sarapan, Kenneth dan Sherin berpamitan kepada Ratna dan juga Alfa.
“Kita naik motor?” Tanya Sherin.
“Kenapa? nggak mau, ya udah lo berangkat sendiri aja.” Ucap Kenneth datar.
“nggak, gue mau kok.” Sherin menerima helm yang di berikan Kenneth. Sherin hanya berpegangan pada tas ransel Kenneth.
Ketika ingin memasuki kelas, tangan Kenneth di tarik seseorang. Kenneth pun di bawa ke belakang kelas.
“Lo mau ngomong apa, Rin.” Tanya Kenneth.
“Ken, maafin gue. Gue emang salah karena udah ninggalin lo, gue nyesel, Ken.”
“Gue mau kita balik lagi kayak dulu, Ken.” Karin menggenggam ke dua tangan Kenneth.
“Rin, gue udah kecewa banget sama lo. Lo udah nngekhianatin gue. Lo pikir gue nggak tau, kalau selama kita pacaran lo sering banget selingkuhin gue, Rin. Gue Cuma pura-pura nggak tau, itu karena gue sayang banget sama lo. Gue nggak mau kehilangan lo. Gue terus bertahan, berharap lo bisa ngeliat gue. Tapi, pas anniversary kita yang pertama lo putusin gue, Rin. Dan dengan mudahnya lo ninggalin gue dan milih pacaran sama sahabat gue sendiri.” Karin mulai menangis mendengar penuturan Kenneth.
“Setelah lo lakuin itu sama gue, lo mau gue maafin lo, Rin? nggak. Gue belum bisa, Rin.” Kenneth melepaskan genggaman tangan Karin.
Kenneth berjalan meninggalkan Karin yang masih menangis. Tanpa mereka sadari, Sherin melihat semua kejadian antara Karin dan Kenneth.
“Gue harap gue bisa nyatuin hati lo yang udah patah” Batin Sherin.
Bel pulang sudah berbunyi, semua siswa satu persatu mulai meninggalkan sekolah. Tapi, Sherin masih duduk sambil melihat ke arah lapangan basket. Tepatnya ia melihat Kenneth yang sedang latihan bermain basket bersama teman-temannya. Sherin hanya sesekali berteriak ketika Kenneth berhasil memasukkan basket ke ring. Kenneth malah bermasa bodoh dengan kehadiran Sherin, sedangkan teman-temannya yang lain sibuk mencuri-curi pandang ke arah Sherin.
“Ken, lo udah mau pulang?” Kenneth mengambil tasnya lalu berjalan ke parkiran sekolah.
“Hhmm.” Gumam Kenneth.
“Anterin gue pulang dong.” Pinta Sherin.
“Lo pulang aja sendiri.” Ucap Kenneth datar.
“Lo nggak kasian apa sama gue, gue udah nungguin lo latihan selama tiga jam, loh.” Ucap Sherin.
“Gue nggak nyuruh lo buat nungguin gue, kan?”
“Ya, sebagai pacar yang baik, gue harus semangatin lo pas latihan, kan?”
“Udah gue bilang berapa kali, kita itu Cuma pacar bo’ongan. nggak usah berlebihan.” Ucap Kenneth masih dengan nada datarnya.
“Anterin gue pulang, ya. Itung-itungkan sebagai balas budi lo ke gue, kan gue udah bantuin lo.” Sherin menautkan tangannya di depan dadanya.
“Lo nggak ikhlas?”
“nggak gitu juga, Ken.”
“Ya udah. Cepetan naik, mau hujan nih.” Langit memang terlihat mendung menandakan akan segera turun hujan.
Dengan semangat 45, Sherin naik ke motor Kenneth.
Hujan mulai turun ketika mereka sudah sampai di rumah Sherin.
“Ken, lo masuk dulu. Pulangnya nanti aja, pas hujannya reda.” Hujan saat itu memang cukup deras.
“nggak papa, bentar juga gue sampai di rumah.” Ucap Kenneth sambil meraih helmnya untuk kembali di pakai. Tapi, tangan Sherin malah menarik helm itu dari Kenneth.
“Nanti lo sakit, Ken. Tungguin bentar kenapa, sih.” Sherin menarik tangan Kenneth masuk ke rumahnya. Kenneth hanya mengekori Sherin dari belakang.
“Lo duduk di sini aja.” Sherin meninggalkan Kenneth di ruang tamu.
Setelah mengganti pakaian seragamnya dengan pakaian rumahan, Sherin keluar sambil membawa secangkir teh hangat di tangannya.
“Nih minum, supaya badan lo lebih hangat.” Kenneth langsung meminum teh yang diberikan Sherin. Kenneth mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru rumah Sherin. Ia bingung karena tidak ada siapapun di rumah Sherin.
“Orangtua gue nggak ada.” Ucap Sherin yang menyadari gerak-gerak Kenneth.
“Kemana?” Tanya Kenneth.
“Orangtua gue udah pisah, mama gue udah nikah lagi dan ikut suaminya ke Palembang, sedangkan Papa gue ngurusin bisnisnya di Jerman.” Ucap Sherin sambil tersenyum miris.
“Sorry, gue nggak tau kalau orangtua lo udah pisah.” Ucap Kenneth dengan nada menyesal. Keduanya pun terdiam, sampai akhirnya Sherin membuka suaranya.
“Ken, gue kangen banget sama mama papa gue.”
“Waktu mereka cerai, gue Cuma bisa diam karena gue pikir, mungkin itu yang terbaik untuk mereka. Dan waktu mama papa gue ninggaklin rumah ini, gue juga diam. Gue selalu berusaha untuk ngertiin mereka. Tapi, apakah mereka pernah ngertiin perasaan gue? nggak, mereka bahkan nggak pernah jengukin gue. Gue nggak minta mereka untuk selalu ada buat gue, gue Cuma minta mereka sesekali datang ke sini untuk makan bersama sama gue.” Air mata Sherin sudah tumpah, sedangkan Kenneth hanya diam mendengar cerita Sherin.
“Gue kadang iri sama teman-teman gue. Gue juga pengen rasain gimana rasanya dikhawatirin kalau gue nggak ada dirumah. Gue juga pengen dipeluk mama kalau gue lagi sedih. Gue, gue kangen sama mereka, Ken.” Sherin menundukkan kepalanya dalam-dalam. Tidak ada yang Kenneth lakukan, ia hanya diam tanpa berniat mengeluarkan suara.
“Argghh, kenapa gue jadi cengeng gini, sih.” Sherin menghapus air matanya.
“Hujannya sudah reda, Ken.” Kenneth baru menyadari jika sedari tadi hujan sudah berhenti.
“Ya udah, gue balik dulu.”
“Hati-hati.” Ucap Sherin sembari tersenyum.
Menurut informasi dari Olin, setiap hari minggu, Kenneth akan menghabiskan waktu paginya dengan naik sepeda. Hari ini, Sherin bersiap-siap ke rumah Kenneth untuk mengajaknya bersepeda bersama.
“Tante, Kennethnya ada.” Ucap Sherin kepada Ratna yang sedang menyiram bunga.
“Itu dia.” Ratna menunjuk ke arah Kenneth yang sedang mendorong sepedanya keluar dari garasi.
“Hai, Ken. Lo mau naik sepeda juga?” Tanya Sherin.
“Menurut lo.”
“Kita bareng-bareng aja, ya. Naik sepedanya.”
“Serah lo.” Kenneth mengayuh sepedanya meninggalkan Sherin yang masih berdiam diri.
“Tante, Sherin pergi dulu, ya.” Pamit Sherin pada Ratna.
“Hati-hati, Sherin.” Ucap Ratna.
Sherin segera menyusul Kenneth yang masih belum terlalu jauh, Kenneth memang sengaja memelankan laju sepedanya.
“Siapa yang sampai duluan di sana, dapat traktiran.” Tunjuk Sherin pada penjual ice cream yang ada di pertigaan.
Sherin dengan cepat mengayuh sepedanya, sementara Kenneth yang belum siap tertinggal jauh dari Sherin. Dengan sekuat tenaga Kenneth mengejar Sherin. Sherin yang masih fokus mengayuh sepedanya, tidak menyadari jika Kenneth sudah ada sampingnya. Melihat hal itu, Sherin menambah kecepatan laju sepedanya. Tapi, tenaga Kenneth jauh lebih besar di bandingkan dengan Sherin. Dengan mudah Kenneth mendahului Sherin sambil tersenyum miring. Sampai akhirnya Kenneth mencapai penjual ice cream itu duluan.
“Yah kalah deh.” Ucap Sherin yang baru sampai.
“Lo curang, Ken.” Sherin menatap Kenneth kesal.
“Kok lo bilang gue curang, sih?” Ucap Kenneth tidak terima.
“Iyalah, tenaga lo itu lebih besar daripada tenaga gue.” Ucap Sherin.
“Pokoknya lo harus traktir gue.” Tambah Sherin.
“Gue kan yang menang, kenapa gue yang jadi traktir lo?” Ucap Kenneth bingung.
“Lo itu tadi curang, jadi sekarang lo harus traktir gue.”
“Jadi mau beli atau nggak nih?” Tanya penjual tersebut.
“Ya udah Pak, pesen ice cream rasa coklatnya dua.” Kenneth akhirnya mengalah. Sedangkan Sherin tersenyum melihat ekspresi wajah kesal Kenneth.
“Eh, mereka kenapa?” Kenneth mengikuti arah telunjuk Sherin.
“nggak ada apa-apa.” Sherin menyodorkan ice cream ke pipi Kenneth. Ketika Kenneth menoleh ke Sherin, ice cream tersebut mengenai wajah Kenneth. Kenneth ingin marah, karena Sherin sudah mengotori wajahnya, namun saat Sherin tertawa, Kenneth mendadak terdiam, ia seakan terhipnotis oleh senyum Sherin.
“Haha hahaa haaa” Sherin tertawa melihat Kenneth. Setelah selesai tertawa, Sherin meminta tissue kepada penjual ice cream tersebut.
“Sini, biar gue bersihin.” Sherin mengulurkan tangannya untuk membersihkan ice cream yang ada di pipi Kenneth. Pandangan Sherin bertemu dengan mata Kenneth. Kenneth akhirnya tersadar, dan merebut tissue yang dipegang Sherin. Kenneth lalu membersihkan wajahnya sendiri.
Setelah menghabiskan ice creamnya, mereka kembali bersepeda. Kali ini, tidak ada balap-balapan seperti tadi. Mereka bersepeda beriringan. Sherin yang sibuk mencuri-curi pandang ke arah Kenneth, tidak menyadari jika di depannya ada batu. Sherin pun terjatuh.
“Arrgghh.” Sherin meringis memegang lututnya yang tergores karena terbentur di aspal. Kenneth lalu memapah Sherin ke sebuah bangku taman.
“Gue beliin salep dulu.” Ucap Kenneth.
“nggak usah, Ken. Nanti di rumah aja.” Kenneth lalu kembali duduk di samping Sherin.
Pandangan Sherin mengarah pada sebuah keluarga yang sedang melakukan piknik di taman tersebut. Kenneth juga ikut memperhatikan keluarga itu.
“Seandainya keluargaku juga seperti itu.” Batin Sherin.
“Oh, ya Ken. Gue mau nanya. Kata Olin, lo itu dulunya ramah, tapi kenapa lo mendadak jadi orang cuek?” Tanya Sherin.
“Sifat manusiakan bisa berubah.” Jawab Kenneth.
“Gue kira lo jadi cuek gara-gara pernah di sakitin sama pacar lo.” Ucap Kenneth.
“Lo tau darimana soal itu?” Kenneth yakin, ia tidak pernah menceritakan masa lalunya kepada siapapun.
“Sorry, gue nggak sengaja dengar pembicaraan lo sama Karin di belakang sekolah.”
“Lain kali, jangan nguping pembicaraan orang.” Ucap Kenneth.
“Oh ya Ken. Lo tau kan kalau gue itu suka sama lo. Waktu gue ngeliat lo pertama kali, yang ada di otak gue itu, gimana caranya gue bisa deket sama lo.” Ucap Sherin.
“Kesannya gue itu kayak cewek murahan ya, ngejer-ngejer lo. Cewek yang nggak tau malu nyatain perasaannya di depan orang banyak.” Lanjut Sherin.
“Lo juga sering kayak gitu di sekolah lama lo?” Tanya Kenneth.
“nggak, ini yang pertama buat gue. Bahkan boleh di bilang lo itu cinta pertama gue.”
“Nih cewek jujur amat jadi orang.” Pikir Kenneth.
“Bisa nggak ya, gue milikin hati lo.” Gumam Sherin.
“Lo bisa dapetin cowok yang lebih dari gue.” Ucap Kenneth.
“Tapi hati gue milih lo, Ken.”
Kenneth terdiam mendengar ucapan Sherin. Setelah duduk cukup lama Kenneth memutuskan untuk mengantar Sherin pulang. Sherin begitu senang mendengar Kenneth sendiri yang mau mengantarnya pulang ke rumahnya.
Sherin berjalan bersisian dengan Olin menuju kantin.
“Kayaknya lo nikmatin banget jadi pacar bo’ongannya Kenneth.” Ucap Olin kepada Sherin.
“Gue seneng banget, setidaknya dengan alasan itu, gue bisa deketin Kenneth.” Ucap Sherin. Tanpa mereka sadari Karin ada di belakang mereka dan mendengar seluruh ucapan mereka.

0 komentar:

Post a Comment