About

Tuesday 8 January 2019

Cerpen Romantis Bahasa Indonesia 7

Janji yang Sempat Tertunda

“Hai, bagaimana kabarmu selama ini?” ucap seseorang di ujung telepon yang membuatku meneteskan bulir bulir air mata.
Sebelumnya namaku anggun, ‘cantik, lemah lembut, bisa berdandan, rajin, pintar, dll’ Yup! Itu yang terlintas di pikiran orang-orang sekitar ketika mendengar namaku. Tapi ternyata nama tak bisa mendefinisikan kepribadianku. Semua berbalik 180 derajat, aku ini tidak terlalu cantik, aku tak bisa lemah dan lembut layaknya tuan putri, apalagi berdandan, mandi saja jarang wkwkwk, rajin? Bahkan saat remidi pun aku tak pernah belajar, dan menurutku pintar itu anugerah tetapi, aku tak memiliki anugerah seberuntung itu. Aku lahir tahun 2000, tepatnya tanggal 12 bulan januari. Sekarang aku sudah 17 tahun, dan aku mendapatkan apa yang semua pelajar inginkan yaitu SIM. Aku sering menjadi supir setelah memiliki benda itu. Aku anak tunggal, tetapi begitu banyak teman yang sudah selayaknya kakak atau adikku. Aku tak pernah merasa kesepian, hanya saja saat mereka sudah mulai memiliki pasangan masing-masing aku sering mendapati curhatan yang rata-rata sama, sama-sama dikecewakan. Aku tak hobby dalam hal apapun, khususnya belajar. Aku hanya suka bersantai di depan laptop untuk sekedar melihat drama berulang ulang.
“TING TUNG TING TUNG” Yup! Bel sekolah telah berbunyi, dan aku masih berada di dalam toilet. Ini tahun keduaku di SMA, ini akan menyenangkan karena aku akan memiliki junior. aku tak akan membully mereka, hanya saja aku suka melihat anak polos yang baru keluar dari smp sembari membawa bekal karena jam sekolah yang terlalu menyiksa perut.
Akhirnya setelah upacara pertama di tahun kedua selesai aku tak langsung menuju kelas, tujuan utamaku dan teman teman ialah kantin, pastinyaa. Nasi goreng sosis ditambah telur setengah masak dan segelas susu vanilla sudah membuat nafsu makanku meledak. Hampir setiap hari aku memakan itu semua, sampai sampai terkadang aku membawa sosis sendiri dari rumah yang lalu aku akan meminjam kompor ibu kantin untuk menggorengnya wkwkwk.
Saat tengah asyik asyiknya aku menyantap makanan lezat itu tiba-tiba saja semua orang tanpa sadar sedang berkumpul, dan dari hasil itu aku mendapat kesimpulan bahwa ada murid baru di kelas 11. Aku tak peduli dan tak juga ingin tau, tak berguna pula. Aku lebih peduli pada perutku yang sudah mulai meronta karena mencium harum nasi goreng itu. Dan beberapa menit setelah semua tak tersisa aku kembali ke kelas dengan beberapa butir temanku yang tersisa karena sisanya pergi melihat anak baru itu. Di koridor sekolah aku sedang melihat WhatsApp yang isinya selalu tentang grup tak jelas.
Pelajaran berlangsung dengan cepat karena semua guru hari ini ada rapat mendadak dan sisanya sedang mencoba mencari mangsa adik kelas. Aku lebih memilih membaca novel yang ada di tasku. Depan kelas dengan suasana yang ramai, aku suka membaca novel saat semua sedang ramai lalu akan dengan mudahnya bisa konsentrasi pada apa yang kubaca, seakan akan aku bisa mendengar suara seseorang yang sedang membacakan dongeng untukku. Bel pulang pun berbunyi, dan semua pelajar tau bahwa ‘tak ada bunyi yang seindah bel pulang sekolah’ dan karena hari ini hari pertama ditahun kedua maka KBM tidak ada sampai tiga hari kedepan.
Aku sedang menikmati ice cream oreo, lalu nada dering teleponku berbunyi, aku masih tak menghiraukan karena begitu jarangnya ada orang yang meneleponku sehingga aku lupa bunyi nada dering hpku. Aku menikmati lagunya karena itu salah satu lagu favoritku yaitu Little Things – One Direction. Bahkan aku sempat bernyanyi hingga sesampainya di chorus aku sadar lagunya telah mati dan menengok lalu menyadari bahwa lagu tersebut berasal dari hpku yang ternyata minta diangkat. Aku mengabaikan lagi karena itu sudah telat dan tlah menjadi missed call. Sekali lagi hpku berbunyi, tetap dari nomor tak dikenal tadi yang menelepon, aku sengaja diam setelah beberapa detik kuangkat, hening tak bersuara, hanya ada suara nafas yang seperti terengah-engah “ha hai! Bagaimana kabarmu selama ini? Oh, untuk apa kutanyakan jika nyatanya kejadian hari ini pun belum bisa kupercayai.” Aku tak mengerti maksud dari ucapannya yang terdengar sangat lega setelah mengatakannya “maaf sepertinya kau salah sambung.” ‘tutututututut’ aku heran kenapa banyak orang aneh yang membuang-buang pulsa hanya untuk sekedar telepon.
Hpku berbunyi lagi, lalu kuangkat hanya untuk memastikan bahwa ia salah sambung lagi, belum sempat aku bicara tiba-tiba saja “ternyata kau masih sama ya, nasi goreng dan susu vanilla di pagi hari, dan novel yang tak pernah lupa kau bawa, lalu apakah drama di malam hingga larut pagi sudah mulai kau lupakan?” tertegun aku mendengar ucapannya. Aku memilih diam, tak mematikan telepon tersebut dan tak membalas ucapannya. “inii… kamu?” tanyaku ragu. Lalu dengan tenangnya ia menjawab “bagaimana bisa kau melupakan suaraku yang selalu bisa membuatmu tertidur dimalam hari saat kita berbincang di telepon?” kali ini aku bukan tertegun tetapi, aku mulai menangis, menangis sejadi jadinya. “hei, ada apa? Kau mulai menangis lagi? Oh dasar wanita wkwkwk, sudah tak perlu menangis lagi,” ada apa ini? Apa ini hanya halusinasi dari novel yang kubaca?
Namanya Elang. Temanku sedari kecil, kami berteman layaknya kakak beradik, aku suka memarahinya saat dia salah dan begitu sebaliknya. Sebenarnya aku tak bisa menyimpulkan bahwa hubungan kami layaknya kakak beradik karena aku tak tau benar bagaimana hal itu, karena kami berdua sama-sama anak tunggal yang selalu sendiri karena kesibukan orangtua kami. Kami nyaris setiap hari berangkat sekolah bersama-sama dan tidur siang di depan tv karena terlalu lelah setelah perang kecil di antara kita. Bahkan pernah disuatu malam aku mengantarnya ke klinik terdekat karena ia mendapati kepalanya bocor setelah kuhantamkan sandal high heels ibuku di kepalanya. Setelah kejadian itu aku ingin selalu merawatnya. Kami memiliki janji bahwa kita harus bersama sampai tua, sampai mati. Kita telah memiliki cincin pernikahan yang dibeli dari penjual mainan pinggir jalan, aku memakainya hingga menginjak usia 15 tahun, aku melepasnya karena itu sudah terlalu berkarat bahkan sering berair, dan suatu ketika Elang memberiku sepucuk surat karena ia tahu bahwa aku sangat menikmati saat membaca surat dari siapapun itu. Ia hanya diam saat memberikannya, aku sangat gembira dan tak sabar untuk membaca sehingga aku menyuruhnya pergi karena aku tak ingin ia melihat ekspresi bahagiaku kala itu. Ia hanya memberiku foto rontgen kaki yang hal itu membuatku sangat kecewa. Hanya itu pemberian terakhir darinya 4 tahun silam. Lalu pagi harinya aku pergi ke rumahnya untuk menanyakan apa maksudnya “Elang ada?” tanyaku yang diikuti dengan ekspresi bingung pembantunya. Setelah beberapa menit di sana untuk mendengarkan penjelasan pembantunya yang biasa kusapa mbak yen aku memutuskan untuk pulang dan menangis. Nyaris seminggu aku tak berani keluar kamar. Aku tak bisa menerima kenyataan bahwa sahabat terbaikku kala itu pergi. Aku tak bisa memahami hasil rontgen itu hingga pada tahun ke-3 ku di SMP aku bertanya pada penjaga UKS sekolah apa maksud rontgen itu ia mengatakan bahwaa itu ialah Lordosis, merupakan kelainan dimana tulang belakang melengkung ke depan. Tidak terlalu serius tetapi jika dibiarkan itu akan berakitbat fatal sehingga ia memutuskan untuk perawatan di Jepang untuk beberapa tahun sampai sembuh total. Ia tak memberi tau apapun setelah kejadian itu, dan kami lost contact.
Aku mulai bertanya-tanya dan memproses yang ia katakan tadi di telepon, “dari mana ia tau bahwa aku pagi ini makan nasi goreng dan susu vanilla, serta aku membaca novel?” mungkin saja ia hanya menerka-nerka.
Keesokan harinya saat aku hendak memesan nasi goreng lengkap dan susu vanilla tenyata, ada seseorang yang lebih dulu memesan sehingga aku harus menunggu “siapa yang memesan makanan lengkap di kantin sepagi ini kalau bukan aku?” aku bergumam pada diriku sendiri. Lalu saat mulai bosan aku menunggu tiba-tiba ada seseorang yang mengatakan “nasi goreng yang dipesan dibatalin aja ya” serunya kepada ibu kantin yang sedang memasak. Aku menoleh dan di tangannya sudah siap sepiring nasi goreng dan juga susu vanilla yang mengarah padaku. Aku sempat tak percaya dengan apa yang kulihat, tak bisa lepas kupandang hingga ia melambaikan tangannya di depan mataku. “segitu kagetnya ya ngeliat aku? Apa aku tambah tampan dari sebelumnya? Ya aku tau, bahkan tanpa ekspresi terkejutmu itupun aku tau bahwa kau sangat kaget dengan kembalinya aku.” Tuturnya seraya memberikan sendok garpu isyarat menyuruhku untuk makan.
Dengan canggung aku mulai menyantap makananku dengan enggan, aku masih belum percaya “jadi kapan kamu sampai lagi di sini?” aku memulai percakapan setelah beberapa menit ia memandangku saat makan. “sudah dua bulan lalu, sejujurnya aku ingin memberi surprise dengan datang kerumahmu membawa sedikit camilan jepang kesukaanku selama di sana. Tapi setelah mendengar bahwa aku akan satu sekolah denganmu niatku sebelumnya jadi kuurungkan.” Dia tampaknya berubah, jadi lebih cerewet dari sebelumnya. “jadi kemarin kau melihatku saat sarapan di sini juga dan saat aku membaca novel di depan kelas?” tanyaku dengan ragu. “tidak aku melihatmu dari cctv yang ada di sekeliling sekolah” langsung saja mukaku bingung, ‘apa sekarang ia orang penting sehingga bisa sampai ruang tertutup seperti tu?’ “hei kau percaya? Kau tetap sama bukan seperti dulu? Sama sama mudah ditipu hahaahaha.” Oh tidak di pertemuan pertama kita setelah sekian lama ia tega-teganya membohongiku seperti ini.
Ia mulai menceritakan tentang kisahnya beberapa tahun belakang yang tidak ada aku dalam sehari-harinya. Pengobatan yang sangat membosankan bahkan hanya untuk sekedar kudengar. Tetapi aku tertarik pada bagian Jepang yang sangat ingin kukunjungi. “apa di Jepang seru?” tanyaku padanya “eeemmm Negara itu terlalu dingin untuk orang kecil sepertimu hahahaaha” aku mulai terbiasa dengan sikapnya yang terkesan santai saat ini “kau tertarik dengan jepang?” ia mulai serius “ia, karena aku rasa di sana sangat bersih dan nyaman dengan sekeliling orang-orang jepang, juga aku sangat ingin makan ramen yang langsug dimasak di sana dan kusantap saat cuaca dingin dengan kepulan asap panas di atasnya, pasti sangat nikmat.” Aku menjawab sembari membayangkannya. Ia tersenyum “ayo ke sana setelah kita lulus, kebetulan aku sudah memiliki rumah dan pekerjaan yang setidaknya mencukupi untuk membeli semangkuk ramen yang kau inginkan.” Tak percaya aku saat mendengarnya. “ah dasar, aku tak akan memintamu membayar ramenku saat kita tiba di sana, tapi aku ingin kau yang membayar tiket pesawatku untuk perjalanan ke sana wkwkwkwwkwk.”
Masa SMA berlalu, kita memutuskan untuk kuliah di Jepang dan Elang yang menjadi seorang Photographer di sana sudah siap membelikanku tiket pesawat. Seminggu sebelum berangkat kita memutuskan untuk makan malam bersama di café kesukaanku dan teman teman.
“nggun, semenjak kapan suka nongkrong di sini?” Tanya Elang padaku. “sejak akhir SMP, karena selalu pulang saat sunset dan uang jajanku terlalu hemat hanya untuk makan maka aku dan teman teman setiap hari ke sini untuk memesan menu termurah yaitu nasi campur, memalukan bukan?” dia melanjutkan pertanyaannya “apa sebelumnya kau pernah melihat orang yang melamar di tempat ini?” aku dengan tegas menjawab tidak, bagaimana bisa di cafe sesederhana ini ada orang yang melamar kekasihnya? “maka kali ini kau akan melihatnya.” Apa maksud dari perkataan orang ini?
Aku meminta izin pergi ke toilet, setelah beberapa menit aku keluar dari sana. Ada yang aneh, tiba-tiba semua meja, kursi, tamu, dan pelayan restoran hilang. Hanya ada suara seseorang yang sudah terlalu akrab di telingaku berbiacara. Ia membacakan puisi, “wanitaku, apa kau tau 4 tahun tanpa seorang sepertimu sangat membosankan? Rasanya seperti yang kau alamisaat ini, semua tampak kosong bahkan saat kau mengelilingi tempat ini kau tak akan menemukan satupun manusianya, kau hanya bisa mendengar suaraku yang nyaris ingin kau peluk, aku tau kau juga takut, takut ditinggalkan walaupun sebenarnya kau tak pernah sendiri, setiap hari menjalang hendak tidur aku berdoa pada sang maha pemberi agar selalu memberimu kebahagiaan, kau tau? Seluas apapun Jepang aku tak bisa menemukan seseorang sepertimu. Jadi, maukah kau berdoa bersamaku di malam hari menjelang tidur untuk saling mendoakan kebahagiaan itu agar tak pernah hilang lagi? Mendoakan kebahagiaan sederhana tetapi amat sangat berharga bagi kita? Dan maukah engkau menjadi pendampingku saat semua orang mendoakan kebahagian kita lalu mereka mengatakan ‘sah’ ?”.
Speechless. Rasanya setelah sekian lama kita berteman dalam jarak kini tak akan lagi ada jarak yang harus kita tempuh untuk bersimpuh di senyuman masing-masing. Tak akan lagi ada jarak yang membuatku tak bisa melihat senyummu bahkan sampai kau tertawa. Dan aku tau, kini kita telah benar benar menghapus jarak. “aku tak sabar melihat sahabatku ini berjabat tangan dengan papaku lalu mereka semua mengatakan ‘sah’ untuk kita. Jadi, ayo kita lakukan.” Kini, bukan lagi air mata sedih yang aku jatuhkan, air mataku masih hangat seperti biasa tetapi, ia lebih hangat karena sekarang dipeluk oleh seseorang yang berjuta-juta kali menghangatkan hatiku.
-1,8 derajat celcius kita berdua menyantap ramen dengan kepulan asap panas.
Sakit yang diderita Elang telah sembuh total. Dan sisanya ialah kita hidup bahagia bersama di Jepang.

0 komentar:

Post a Comment