About

Tuesday 8 January 2019

Cerpen Romantis Bahasa Indonesia 9

Autumn Wish

Aku ingin menjadi musim gugur
Selalu kau harapkan ketika bulan november tiba
Menatap daunku berubah warna menjadi kemerahan
Sehingga segaris senyum terukir di bibirmu
Daun momiji mulai berubah warna membentuk paduan warna merah, kuning dan coklat melayang dihembus angin menghujani wajahmu yang mengadah ke langit menerima setiap helaian daun itu menerpa wajahmu. Aku tersenyum menikmati daun gugur itu membentuk segaris senyuman di bibirmu.
“bagaimana menurutmu tentang musim gugur ini stefan??” ucapmu mengalihkan pandangan kearahku
“entahlah.. yang kutahu mereka… tenang” balasku menatap daun momiji jatuh ke pangkuanku. Tanganku mengambilnya.
Tenang saat kau berada di sampingku akiko.
“oh…” balas akiko singkat
Aku menarik nafas dan menghembuskannya perlahan hingga membuat daun di pangkuanku sedikit bergoyang
“kenapa kau menyukai musim gugur?”
Pertanyaan gadis di sampingku membuatku terdiam. Sungguh aku tak pernah mengharapkan ia bertanya tentang ini. tapi jujur saja aku tak pernah menyukai musim gugur, ketika melihat daun menggugurkan dirinya dan rela untuk diinjak semua orang. namun, anggapan itu berubah saat aku bertemu denganmu, saat itulah kau adalah alasanku menyukai musim gugur, senyummu membuatku merindukan helaian daun momiji jatuh di wajahmu dan membuatku berharap menjadi musim gugur hanya untuk selalu bersamamu.
“aku menyukainya, apa itu salah??”
Ah bodoh. Jawaban macam apa itu. Aku mengumpat pada diriku sendiri, tanganku melepaskan helaian daun momiji yang kupegang sedari tadi
“tidak…” ucap akiko singkat “aku harap bisa selalu bersama mereka…”
Jantungku seakan berhenti. Apa arti kata-kata yang kau lontarkan itu, apa kau tak ingin berharap musim gugur ini selalu bersamamu? Yang selalu menemani senyumanmu di taman ini dan menunggu daun itu jatuh
“apa maksudmu akiko??”
Akiko tersenyum kearahku. Itu hangat… namun terasa asing bagiku
“jangan membenci musim gugur karnaku”
Kembali dadaku sesak. Resah ini menyelimuti hatiku. Ucapan akiko membuatku takut untuk mendengar kalimatnya
“aku akan pergi..”
Mataku terus menatap wajah akiko yang menunduk memperhatikan daun momiji jatuh di pangkuannya. Bibirnya tak lagi mengembangkan senyum, kulihat tetesan air mata jatuh membasahi rok hitam yang ia kenakan
“maafkan aku” sambungnya lagi
Aku hanya bisa diam menatap gadis di sampingku menangis sendiri. Tanganku tak mampu untuk digerakkan untuk menghapus air matanya, ungkapan yang akiko lontarkan membuatku merasakan sesak. Haruskah pada musim gugur ini dia mengatakan itu padaku, saat aku sangat berharap musim gugur ini membuat dia tersenyum
“maafkan aku stefan” ucap akiko lagi sembari berdiri dan mulai melangkah menjauh dariku.
Dadaku sesak, air mataku tak mampu lagi tersimpan di pelupuk mata tercurah begitu saja bersama daun momiji berguguran ditaman ini. Aku tak tau apa yang akan kulakukan pada musim gugur ini tanpamu akiko, kaulah musim gugurku yang sesungguhnya, senyummu adalah dedaunan momiji yang memerah di dalam kehidupanku tapi jika kau pergi apa arti musim gugur ini tanpamu.
Mataku menatap kepergianmu menghilang dibalik daun momiji yang menyaksikan kau dan aku di taman ini
“akiko… Jangan pergi!”
musim gugur sudah sering datang
Dedaunan juga sudah sering memerah
Namun…
Aku tetap merindukanmu sampai saat ini
Merindukan musim gugurku
Musim gugur sudah kembali lagi melanda kota kecil ini. pohon momiji mulai merontokkan helaian dedaunan memenuhi setiap sudut di tokyo, semua orang terus saja memuji musim gugur membuatku harus mengalihkan pandangan menghindari pujian pada musim ini. Menyebalkan.
Kau tau akiko, aku masih sering mengunjungi taman ini saat bulan november ketika daun pertama memerah, duduk menunggu berjam-jam hanya untuk menunggumu kembali berlari ke arahku dan duduk tepat di sampingku namun itu hanya harapan yang kusematkan saat daun momiji pertama memerah. Dan masih tetap sama, aku menunggumu di bangku ini walaupun aku kembali membenci musim gugur ketika mengingat kau pergi dan meninggalkanku sendiri. Andaikan kau masih di sini, mungkin aku akan kembali menyukainya karna tak ada alasan bagiku untuk membenci musim gugur saat kau bersamaku.
Aku membuang nafas sesak keluar dari dada, sesak ini menyiksaku ketika mengingatmu
“sial, kenapa aku mengingat ini!!” umpatku
“kau kenapa??”
Pandanganku beralih pada sebuah suara yang menyapaku, kepalaku menoleh ke arah bangku taman bagian belakang dan menemukan seorang gadis yang diam tanpa bergeming dengan keberadaanku.
Apakah dia memanggilku? Lalu kenapa dia bersikap seolah tidak peduli?
Kepalaku menggeleng berkali-kali menolak semua pertanyaan dalam otakku, kembali aku menghembuskan nafas
“apa kau bisa mendengarku?” ujar suara itu lagi, aku tetap diam, menutup mataku dan mengabaikan semua suara aneh yang kudengar
“sepertinya kau tidak mendengarku.. Baiklah” ucap suara itu mengakhiri
“apa kau seorang malaikat?” tanyaku berharap suara itu membalasnya dan menunjukkan dirinya
Sekejap sebuah tawa memenuhi setiap pendengaranku, kembali kepalaku menoleh ke arah belakang, dan masih tetap sama gadis yang kulihat pertama kali namun kali ini ia tertawa
“kau?” tanyaku memastikan
gadis itu mengangguk mengisyaratkan iya dari bahasa tubuhnya namun pandangannya masih saja kosong kedepan
“kau buta?” tanyaku spontan membuat garis senyum di wajahnya memudar.
Sekali lagi gadis itu mengangguk menanggapi ucapanku yang tidak sopan padanya. Aku diam menyesali pertanyaan konyol yang kulontarkan
“maaf” ucapku menyesal
Gadis itu tersenyum “tidak apa-apa”
Kembali diantara kami diam, bunyi dedaunan kering yang terinjak sangat jelas terdengar dari orang-orang yang berkunjung ke taman ini
“apa kau membenci musim gugur?” tanyanya
“ya begitulah”
Ia tersenyum “jangan pernah membenci musim gugur”
Jantungku seakan berhenti berdetak, mataku beralih pada gadis di belakangku yang hanya tersenyum manis, ungkapan itu… Ungkapan yang sama seperti akiko katakan padaku.
“kenapa kau membenci musim ini?” sambungnya lagi
Tatapanku beralih ke tempat lain mencoba mengalihkan pembicaraan
“apakah kau menyukai musim gugur?” tanyaku balik berharap gadis itu melupakan pertanyaannya
Dia menggeleng dan kali ini tanpa senyuman sedikitpun “tidak semua orang menyukai musim ini…”
“termasuk kau?” potongku
Gadis itu diam, ia menghembuskan nafas seakan pertanyaan itu menyesakkan dadanya kemudian kembali mengangguk
“dan kenapa kau seakan menikmati musim ini??”
Kulihat matanya berair, tangannya meraba seluruh bangku yang ditempatinya mencari sesuatu, mataku terus saja memperhatikan gadis ini tanpa berniat untuk membantunya sedikitpun, sungguh aku tak ingin lagi terikat pada siapapun termasuk pada gadis ini yang hanya singgah sebentar kemudian pergi begitu saja meninggalkanku sendiri layaknya seperti akiko
“aku harus pergi” ucapnya mulai berdiri dan melangkah menjauh dengan meraba sekeliling dengan tongkatnya
Aku menghembuskan nafas perlahan menenangkan fikiranku tentang akiko sampai saat ini
Tidak semua orang menyukai musim gugur…
Ungkapan gadis itu terus mengiang di telingaku seakan hal itu membuatku resah, apa maksud dari ucapannya itu, kembali mataku mencari sosok gadis tadi yang belum jauh berjalan
“hei tunggu!!” teriakku
Gadis itu menghentikan langkahnya “ya?”
“apa kita bisa bertemu lagi?”
Kepalanya mengagguk pelan “tentu” ucapnya lalu pergi
Aku tak tau apa yang kulakukan, aku tidak ingin mengenal gadis lain selain kau akiko yang meninggalkanku di sini. namun gadis itu seakan menarikku untuk mengenalnya lebih jauh, mengetaui semua tentangnya dan musim gugur ini, entah apa yang kufikirkan namun ketika melihat wajah gadis itu, semua harapan yang kukubur seakan kembali muncul, kehadirannya membuatku tenang, tenang saat ia tersenyum seperti itu…
Sejak pertemuan itu, aku mengenal namanya, tiga huruf alphabet yang selalu kuingat dalam benakku “Aki” yang berarti “keindahan musim gugur”. Kami selalu bertemu di taman ini, tertawa bersama, mendengarkan musik bersama, piknik bersama dan bahkan bercerita tentang impian hingga aku mulai sering mengunjungi taman ini untuk bertemu dengannya, hanya untuk mendengarkan ceritanya atau menceritakan padanya tentang hal yang kulihat hari ini tapi kesalahan terbesar bagiku menganggapnya adalah kau akiko. Namun dia bukan kau hingga harapan yang kuharapkan setiap musim gugur membeku bersama musim dingin.
“stive, ada yang ingin kukatakan padamu..” ucap aki ketika kami berdua menikmati ice cream ditempat yang sama saat kami bertemu
“ya.. katakanlah”
“apa kau bisa merahasiakannya?” ucapnya lagi.
Wajahnya berubah serius seakan ingin mengatakan hal yang penting, ice cream yang ada di tangannya mulai meleleh namun ia tak peduli sedikitpun membuatku menghentikan jilatan pada ice cream di tanganku dan fokus padanya
“ceritalah”
Ia tampak ragu sekan ia ingin menarik kembali ucapannya
“kau bisa mempercayaiku” ucapku lagi membuatnya tenang
Aki menghembuskan nafasnya ke udara
“namaku adalah aki…” ungkapnya
“aku tau namamu aki dan namaku stive, lalu?” jawabku kembali menjilati ice cream yang sudah meleleh tak begitu mempedulikan ungkapan aki yang memperkenalkan dirinya
“tepatnya namaku akiko..”
DEG… jantungku seakan berhenti berdetak. Akiko?!, nama yang sama yang dimiliki oleh akikoku?, apakah mereka orang yang sama? Tidak, itu tidak mungkin, mana mungkin aki adalah akiko. Aku menghembuskan nafas keudara dan menariknya kembali menenangkan fikiran dari harapan palsu ini
“kenapa kau berbohong?” tanyaku mencoba bersikap tenang
Kepala gadis itu tertunduk, rambut panjangnya menutupi wajahnya yang putih dari penglihatanku namun mataku masih jelas melihat tetesan air jatuh dari matanya. Dia menangis.
“aku membenci namaku, aku tidak ingin semua orang mengenal namaku” ucapnya serak
Aku hanya diam memperhatikannya tanpa ada sepatah katapun untuk menghentikan ucapannya.
“dulu aku menyukai musim gugur, ibuku melahirkanku tepat saat musim gugur, ayahku menamaiku dengan musim gugur dan…”
Ucapannya terhenti sejenak, segaris senyum kutemukan di bibirnya kemudian menghilang begitu saja
“dan aku bertemu dengan dia, seseorang yang menjadi alasanku lebih menyukai musim gugur, tepat saat daun momiji pertama memerah dia mendatangiku, menemaniku dan tertawa bersama dengannya di sini, di bangku ini tepat di bangku yang kau duduki…” ujarnya meraba bangku di sisiku, aku masih diam memeperhatikan aki, matanya tak berhenti menguluarkan air mata ketika menceritakan tentang temannya itu namun… Kenapa rasanya air mata itu menbuatku sesak?
“kenapa kau menangis?” tanyaku
Aki berhenti meraba bangku, tangannya diam “karena hari itu ayah mendatangiku dan mengatakan aku harus meninggalkan jepang dan kembali ke Indonesia dan menetap di sana. Aku bertemu dengannya dan meninggalkannya tanpa mengatakan alasanku pergi pada musim gugur ini… Kau mungkin menganggapku jahat tapi… aku menyesal”
Pergi, meninggakan sendiri kenapa cerita ini bisa begitu sama, kenapa ini bisa terjadi, seketika dadaku sesak semua bayangan tentang akiko melintas dalam benakku, tidak.. Ini hanya kebetulan.. Tidak mungkin
“sejak hari itu aku membenci musim gugur, membenci ketika mengingat ia menangis di taman ini dan terakhir aku melihatnya saat… Kecelakaan itu membuatku buta..” tangis aki semakin menjadi di hadapanku, ia menutup wajahnya dengan dua tangannya seakan ia tak ingin orang tau ia menangis di taman ini. Sungguh kenapa keadaan ini membuatku resah, air matanya, tangisnya kenapa terasa sakit untukku, aku manarik nafas dan mengeluarkannya perlahan
“berhentilah bercerita jika itu menyakitimu” jawabku lembut mengambil tangannya untuk melepaskan wajahnya yang telah memerah
“semua akan baik-baik saja” hiburku
Dia mengangguk, mulutnya kembali bungkam seakan tak ingin mengungkapkan apapun lagi namun itu lebih baik. Entah mengapa perasaanku resah melihat air mata jatuh di wajahnya
“baiklah, mari kita membuat harapan baru, Semoga tuhan mengabulkan doa kau dan aku” ucapku singkat membantu menyatukan tangan gadis itu menyerupai kepalan
“buatlah harapanmu..” ucapku lagi
“apakah bisa?”
Aku tersenyum “tentu saja, dimana pun kau berharap tuhan pasti selalu mendengarmu, jadi buatlah harapanmu…”
Aki mengangguk, pelan kulihat matanya tertutup, mulutnya melafalkan sesuatu yang tak bisa kudengar tapi yang pasti itu adalah harapannya. Aku mengikuti gerakan aki dan mengucapkan harapanku pada musim ini walaupun aku tak pernah menyukai musim gugur namun aku percaya bahwa harapan itu ada. Angin semakin membelaiku menggugurkan setiap daun kering ke tanah
Aku harap apa yang ia harapkan terkabulkan
Pelan mataku terbuka, orang pertama yang kulihat adalah aki yang menghapus sisa air matanya
“kau telah selesai membuat harapan?”
Aki tersenyum “hmm.. Dan apa yang kau harapkan?” tanyanya
Aku tersenyum “harapanmu…”
Aki terdiam seketika, wajahnya resah, aku tak tau apa yang membuatnya resah.
“tapi harapanku belum selesai, boleh aku tau nama temanmu itu?.. Sehingga aku bisa menyelesaikan harapanku ini” ujarku mengalihkan fikirannya
Wajah gadis itu tak menunjukkan ekspresi apapun hingga membuatku diam tak ingin mengganggunya sama sekali, mungkin aku terlalu lancang menanyakan hal itu padanya. ah, kau selalu salah stive.
“stefan…” ucap aki pelan “namanya stefan” sambungnya lagi
Dadaku seketika sesak, Stefan?? Mataku lekat-lekat menatap wajah gadis di sampingku.
Apakah ini musim gugur yang sama saat aku bersamamu akiko, melalui hari-hari menyenangkan dan melihat senyummu lagi, apakah musim gugur ini?
“namanya stefan..” ucap aki berulang kali melafalkan nama itu di bibirnya. Seketika air mata tak bisa lagi kutahan, aku tak tau harapanku atau harapanmu yang terkabul saat ini yang kutahu kau ada bersamaku saat ini, sontak tanganku menarik tubuhnya kedalam pelukanku, tak ingin melepaskannya lagi. aku tak peduli apa yang terjadi padamu sekarang akiko, aku tidak peduli kau tak sempurna, dan aku tak peduli kau tak bisa melihatku, aku hanya peduli saat kau bersamaku, melihat senyummu lagi seperti dulu tepat ketika daun momiji berubah warna
“kau kenapa stive?” tanya aki kembali, pelukanku semakin erat hingga gadis itu hanya diam
“jangan tinggalkan aku lagi akiko… Kumohon”
“stefan..” ucapnya lirih membalas pelukanku, suara tangisnya sangat jelas ditelingaku hingga membuatku melepaskan pelukanku, kulihat matanya basah
“maafkan aku stefan?”
Tangaku menghapus air matanya pelan “jangan menangis”
Akiko menganguk pelan membuatku tersenyum. Tanganku mengadah kelangit menerima helaian daun momiji yang jatuh
“terima kasih”

0 komentar:

Post a Comment