About

Wednesday 26 December 2018

Artikel tentang Fintech (Solusi Membangun Inklusi Keuangan di Era Digital)


PDF BISA DI DOWNLOAD DI : klik disini

Fintech : Solusi Membangun Inklusi Keuangan di Era Digital
Ditulis oleh : Anugrah Dwi Kusuma
Seiring dengan perkembangan zaman, manusia terus berkreasi demi menciptakan segala hal yang dapat memudahkan pekerjaannya. Hal ini mendorong kemajuan teknologi menjadi semakin pesat, hingga dunia dirasakan seperti dalam sebuah genggaman. Bagai tergerus seleksi alam, teknologi konvensional bak hilang ditelan bumi dan tergantikan oleh teknologi digital. Akibatnya, manusia dalam menjalani kelangsungan hidupnya cenderung tidak dapat lepas dari teknologi digital.
Di Indonesia sendiri, teknologi digital sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakatnya. Bahkan, negara kita telah disebut sebagai ‘raksasa teknologi digital Asia yang sedang tertidur’. Menurut hasil survey Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang bekerjasama dengan Teknopreneur pada tahun 2017, penduduk Indonesia yang terhubung dengan internet mencapai 143 jiwa atau setara dengan 54,7 persen dari total populasi yang berkisar sekitar 262 juta jiwa. Berdasarkan total pengguna internet tersebut, perangkat yang dipakai untuk mengakses internet adalah 44,16 persen melalui smartphone, 4,49 persen melalui laptop atau komputer pribadi, 39,28 persen memakai keduanya, dan 12,07% menggunakan perangkat lain. Penggunaan smartphone masih sangat mendominasi. Hal ini berkaitan dengan data e-Marketer yang menyatakan bahwa pengguna smartphone di Indonesia akan mencapai lebih dari 100 juta jiwa pada tahun 2018. Ini menandakan bahwa kita sedang berada di era digital yang penuh dengan kemudahan.
Berkembangnya teknologi membuat semua sektor perindustrian harus segera bertransformasi, khususnya pada sektor perbankan. Keinginan masyarakat untuk melakukan segala sesuatu secara mudah menjadi tantangan perbankan menuju digital banking. Dan yang lebih menariknya, telah melejit sebuah teknologi yang kini acapkali menjadi sorotan media, bernama Fintech, teknologi revolusioner yang menggabungkan teknologi dengan keuangan. Fintech merupakan singkatan dari ‘financial’ dan ‘technology’ yaitu sebuah gabungan antara keuangan dengan teknologi yang mengubah model bisnis konvensional menjadi bisnis moderat. Sebagai contoh, yang awalnya dalam membayar kita harus bertatap muka dan membawa sejumlah uang kas, kini kita dapat melakukan transaksi jarak jauh dengan melakukan pembayaran yang dilakukan dalam hitungan detik saja. Begitupula dengan proses meminjam uang yang sangat mudah dan cepat, bahkan hanya memerlukan beberapa tap atau klik saja.
Inovasi teknologi di bidang keuangan ini mulai dikembangkan saat pasar finansial dunia menggelegak oleh krisis ekonomi subprime mortage pada tahun 2008 di Amerika Serikat. Krisis ini bukan hanya menyebabkan harga properti turun secara drastis, melainkan juga menyebabkan rakyat sipil yang bankable maupun yang unbankable tidak sabaran dengan proses transaksi yang bertele-tele dan cenderung harus melalui proses yang panjang. Semuanya merindukan proses yang mudah dan efisien. Melihat hal ini terjadi, perusahaan start-up segera merealisasikan keinginan publik. Dan mulai saat itu pula, Fintech terus berkembang pesat dan diinovasikan hingga kini. Fintech memaksa industri perbankan untuk melakukan penyesuaian yang signifikan. Tak hanya melayani pembayaran, tetapi juga melayani bidang pinjaman serta jasa keuangan lain. Keuntungan Fintech bagi nasabah dan bank tentunya cukup besar, yaitu nasabah dapat mengakses layanan perbankan secara cepat tanpa mengantre. Selain itu, customer juga dapat melakukan transaksi keuangan dengan baik.
Fintech yang telah banyak berkembang dan digunakan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya adalah berupa start-up atau aplikasi yang dapat dijalankan di berbagai perangkat, khususnya smartphone. Hal ini dikarenakan oleh tujuan keberadaan Fintech, yakni memungkinkan masyarakat lebih mudah mengakses produk keuangan, mempermudah transaksi dan juga meningkatkan literasi keuangan. Fintech di Indonesia memiliki beberapa ragam fokus, antara lain start-up pembayaran, peminjaman (lending), perencanaan keuangan (personal finance), investasi ritel, pembiayaan (crowdfunding), remitansi, dan riset keuangan. Ragam fokus ini bersifat dinamis dan akan terus berkembang seiring perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
Belakangan ini, teknologi finansial sering dihubungkan dengan inklusi keuangan. Menurut Strategi Nasional Keuangan Inklusif dari Bank Indonesia, inklusi keuangan adalah hak setiap orang untuk memiliki akses dan layanan penuh dari lembaga keuangan secara tepat waktu, nyaman, informatif, dan terjangkau biayanya dengan penghormatan penuh kepada harkat dan martabatnya. Kenyataannya, akses keuangan di Indonesia masih belum merata. Berdasarkan data dari Global Findex tahun 2014, orang Indonesia yang memiliki akses dengan lembaga keuangan hanya sekitar 36% dari total populasi dan sisanya masih tergolong unbankable atau belum terjamah akses keuangan. Ini berkaitan dengan survey APJII 2017 yang menyatakan bahwa pemanfaatan internet untuk transaksi perbankan menjadi yang kedua terendah setelah berjualan online, yakni sebesar 17 persen dari total populasi pengguna internet.
Dari 143 juta masyarakat Indonesia yang sudah terkoneksi jaringan internet, ada sekitar 63 juta masyarakat kelas menengah ke bawah yang menggunakan internet, sedangkan masyarakat kelas atas sebesar 3 juta jiwa. Masyarakat Indonesia yang unbankable kebanyakan berasal dari masyarakat kelas menengah ke bawah. Hal ini dikarenakan oleh minimnya pembangunan dan keberadaan lembaga keuangan di daerah-daerah pelosok, sehingga segala fasilitas cenderung masih berpusat di perkotaan. Masyarakat pedesaan lebih memilih menyimpan uangnya di rumah daripada harus berjalan jauh menuju perkotaan untuk menabung. Menurut Findex 2017, 33 persen dari populasi yang belum menggunakan jasa perbankan memilih faktor jarak sebagai alasan utamanya. Di sisi lain, lebih dari 69 persen populasi yang belum menggunakan jasa perbankan di Indonesia telah memiliki ponsel, dalam hal ini ponsel pintar atau smartphone.
Realita tersebut semakin memperkuat peluang Fintech atau teknologi finansial untuk bisa berkontribusi dalam membangun inklusi keuangan di Indonesia. Terlebih lagi, industri Fintech mengalami peningkatan yang signifikan dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Jika dilihat dari keberadaan Fintech, sudah ada 235 perusahaan yang telah beroperasi sampai saat ini.  Namun, baru hanya 64 perusahaan yang berizin dan terdaftar di OJK per Agustus 2018. Dan total pembayaran digital melalui Fintech tercatat telah mencapai nilai transaksi sebesar 21 jutal dollar AS di Indonesia. Perkembangan teknologi Fintech berdampak langsung pada pasar konvensional. Banyak penyedia jasa layanan keuangan yang juga mulai menawarkan produk-produk keuangan dengan berbasis teknologi untuk memenuhi keinginan pasar yang ada. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), saat ini masih ada 49 juta unit UKM yang unbankable dan Rp. 988 triliun pembiayaan yang masih belum bisa diisi oleh perusahaan manapun. Data ini menambah keyakinan bahwa tingkat literasi keuangan di Indonesia masih tergolong rendah, yakni hanya 21, 8 persen dibandingkan dengan Singapura yang mencapai 96 persen, Malaysia 81 persen, dan Thailand 78 persen.
Sebenarnya, kita sudah cukup sering menggunakan fasilitas Fintech yang disediakan oleh pasar konvensional, antara lain mobile-banking, rekening ponsel, dan e-banking. Fasilitas ini mulai dikembangkan karena mengingat adanya kebutuhan dari para pengguna. Fasilitas-fasilitas ini masih terus digalakan oleh pasar konvensional, sehingga mereka juga dapat menghemat beberapa pos biaya. Saat ini, sudah ada beberapa bank yang menghadirkan aplikasi Fintech yang memungkinkan masyarakat untuk tidak perlu datang ke bank saat hendak membuka rekening. Demi membangun inklusi keuangan di era digital, banyak lembaga keuangan yang saling bersaing untuk menghadirkan fasilitas mobile-banking via aplikasi smartphone dengan desain yang menarik, layanan yang cepat dan kelengkapan fitur-fitur canggih. Usaha-usaha ini telah memberi peran penting dalam menjangkau bagian masyarakat Indonesia yang selama ini belum merasakan layanan keuangan.
Kehadiran Fintech seakan sangat didukung oleh keadaan masyarakat Indonesia. Dari 143 juta masyarakat Indonesia yang sudah terkoneksi jaringan internet, ada sekitar 63 juta masyarakat kelas menengah ke bawah yang menggunakan internet, sedangkan masyarakat kelas atas sebesar 3 juta jiwa. Itu artinya, adanya Fintech juga dapat mensejahterakan masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah dengan layanan peminjaman uang secara online.
Kebanyakan masyarakat yang belum pernah meminjam uang di bank beranggapan bahwa mengajukan pinjaman di bank sangatlah merepotkan karena proses yang cukup panjang dan memerlukan agunan. Namun, semenjak adanya Fintech yang menyediakan jasa pinjaman online, masyarakat yang sebelumnya masih mengandalkan rekening dalam hal pinjam-meminjam uang, kini sudah bisa merasakan pinjaman mudah tanpa agunan. Pinjaman tunai yang disediakan Fintech bisa cair dengan cepat, sehingga bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak. Syaratnya pun mudah, yakni tidak memerlukan pengisian formulir, melainkan hanya perlu foto diri dan foto KTP, dan pinjaman pun bisa segera diajukan.
Proses meminjam uang melalui Fintech memang terlihat sangat berbeda dengan proses meminjam uang di bank konvensional yang nominal pinjamannya harus sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Perusahaan Fintech menyediakan layanan pinjaman dengan nominal uang yang beragam. Dari pinjaman sebesar 1 sampai 2 juta rupiah, hingga puluhan dan ratusan juta rupiah, dengan ketentuan bunga pinjaman yang berbeda-beda pula di setiap perusahaan.  Proses peminjaman uang melalui perusahaan Fintech sangatlah mudah, efisien, dan tidak bertele-tele karena prosesnya diselesaikan langsung melalui smartphone.
Layanan peminjaman uang secara digital ini sangat membantu para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia untuk mendapatkan kredit usaha. Pelaku UMKM memiliki andil yang tinggi dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Bahkan, sudah terdapat 58 juta UMKM pada tahun 2017 yang mempekerjakan 89 persen tenaga kerja sektor swasta dan berkontribusi hingga 60 persen dari PDB. Tapi, masing-masing perusahaan Fintech memiliki ketentuan yang berbeda-beda. Sebelum menggunakan jasa dari perusahaan Fintech, customer dituntut untuk lebih bijak dalam menentukan perusahaan jasa layanan yang sekiranya cocok dan memiliki track record yang baik. Gunakanlah jasa layanan Fintech yang resmi, bertanggung jawab dan transparan, yaitu jasa layanan yang  memiliki tujuan jelas, memiliki website resmi dan sudah memperoleh izin berupa pengesahan dari badan atau lembaga pemerintah, sehingga pada nantinya tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Bila teknologi finansial atau Fintech mampu tumbuh serta berperan secara maksimal, maka inklusi keuangan di Indonesia akan mengalami penetrasi secara gemilang sesuai target. Di sisi lain, semua pihak akan mendapatkan manfaatnya. Dari pihak pemerintah, upaya untuk meningkatkan inklusi keuangan dapat tercapai, dari pihak investor atau pemegang perusahaan Fintech, pun bisa menikmati keuntungan dari bisnis yang dihasilkan, dan tentunya bagi masyarakat atau customer, adanya Fintech membuat mereka merasakan kemudahan untuk mengakses sumber keuangan atau permodalan. Tidak ada satupun pihak yang merasa dirugikan dan semuanya dapat bersinergi menjadi satu kesatuan, itulah unsur yang paling hakiki dalam mewujudkan kesejahteraan umat manusia.

Daftar Pustaka



0 komentar:

Post a Comment