About

Wednesday 26 December 2018

Artikel tentang Otonomi Daerah


Otonomi Daerah, Sudah Terlaksanakah?
Otonomi daerah merupakan salah satu bentuk dari demokrasi. Demokratisasi sendiri telah membawa perubahan dalam sistem pemerintahan daerah yang semula sentralistis menjadi desentralistis. Akibat dari adanya perubahan tersebut, maka terjadi pergeseran lokus kekuasaan yaitu dari pusat ke daerah. Otonomi daerah di Indonesia telah berlangsung lama dan dijalankan oleh pemerintah daerah kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat. Ketentuan mengenai hal ini sudah terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam pasal 18 ayat (5). Untuk melaksanakan otonomi daerah yang sepenuhnya maka diberikanlah suatu kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengelola urusan daerahnya seperti yang terdapat dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Undang-Undang ini terdapat pembagian urusan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah, yaitu urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat seperti urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama. Sedangkan untuk urusan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah meliputi hal-hal atau urusan yang berada di luar keenam urusan pemerintah pusat.
Otonomi daerah dalam kenyataannya tidak sepenuhnya memberikan keuntungan bagi masyarakat lokal, karena otonomi daerah seolah-olah dibajak oleh kepentingan-kepentingan tertentu, seperti kepentingan ekonomi dan politik dari sisi anggarannya. Kenyataan lain dari adanya otonomi daerah adalah bahwa otonomi daerah membuka kesempatan kepada perusahaan asing untuk mengeruk kekayaan alam di Indonesia. Dapat dikatakan juga bahwa otonomi daerah baik dari segi anggaran maupun otoritas yang diberikan pusat tidak secara otomatis rakyat bisa menikmati otonomi daerah itu, karena ada berbagai aktor baik di tingkat lokal maupun nasional yang menggunakan otonomi daerah sebagai alat untuk kepentingan pribadi atau golongannya. Hal ini terjadi karena tersedianya instrumen yang dibuat oleh Dewan Perwakilan rakyat (DPR) tidak sejalan dengan gagasan otonomi daerah.
Demokrasi pasca reformasi diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang telah lama hidup dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Permasalahan-permasalahan tersebut ada yang berasal dari pemerintahan sebelumnya yang belum terselesaikan maupun permasalahan baru yang timbul akibat kebijakan atau peraturan yang dibuat pemerintah saat ini. Secara historis, kebijakan desentralisasi sebagai prinsip yang mendasari otonomi daerah di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari kepentingan kekuasaan. Para pengusaha atau kalangan atas menitipkan kepentingan-kepentingannya dalam mendukung calon pemimpin di suatu daerah tertentu. Melalui dukungan itulah terjadi kesepakatan antara si pengusaha dengan penguasa. Akibatnya, kebijakan yang dibuat pemerintah daerah cenderung berpihak pada pengusaha asing atau pengusaha lokal. Kepentingan masyarakat lokal justru dinomorduakan. Penomorduaan ini seperti terlihat dalam pelayanan pemerintah daerah terhadap kebutuhan masyarakatnya, misalnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, layanan administrasi, kebutuhan pangan, tempat tinggal, dan lain-lain. Memang, penanaman modal asing kepada suatu daerah tertentu berdampak pada kemajuan ekonomi (pembangunan) daerah tersebut. Namun, jika tidak dikelola dengan baik justru akan merugikan masyarakat setempat daerah tersebut.

Otonomi Daerah: Perlukah Dilakukan Pembentukan yang Baru?
Indonesia adalah negara yang luas dan kaya dengan adanya 34 povinsi, 93 kota, dan 415 kabupaten. Untuk mengatur ratusan juta penduduk yang tersebar di setiap wilayah, tentulah diperlukan komando yang berasal dari pemerintah pusat. Namun pada kenyataannya, ekspektasi pemerintah pusat tidak akan terealisasi dengan mudah ketika telah mencapai daerah-daerah apalagi hingga ke daerah perbatasan. Maka dari itu, berdasarkan pasal 18 Undang-undang Dasar 1945, menyatakan bahwa setiap daerah di Indonesia, baik itu provinsi, kabupaten, maupun kota, berhak mengatur daerahnya sendiri atau yang biasa disebut dengan istilah otonomi daerah.
Otonomi berasal dari Bahasa Yunani auto yang berarti sendiri dan nomous yang berarti hukum atau peraturan. Jadi secara etimologi, otonomi daerah adalah aturan untuk mengatur daerah sendiri. Sedangkan otonomi daerah menurut UU No. 32 tahun 2004 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan adanya otonomi daerah ini diharapakan terwujudnya kesejahteraan secara merata di tiap-tiap daerah, serta meningkatkan daya saing antar daerah sesuai dengan landasan dasar negara Indonesia. Dengan total sebanyak 542 daerah otonom di Indonesia, Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) Indonesia tetap saja menerima usulan atas tambahan 213 daerah otonom baru hingga September 2016 ini. Dikabarkan bahwa usulan tersebut dilatarbelakangi kehendak masyarakat yang menginginkan pemekaran wilayah atau otonomi daerah untuk membangun sebuah pemerintahan daerah baru. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo pun menyimpulkan bahwa usulan atas tambahan daerah otonom baru sebagai fenomena bahwa orang-orang pemerintahan daerah juga ingin turut andil dalam penentuan keputusan, tidak hanya menjadi pengikut pemerintah pusat.
Sementara Kementerian Keuangan mengungkapkan setidaknya ada 2.000 daerah yang mengajukan pemekaran atau otonomi daerah menyusul 542 wilayah yang telah ada. Usulan sebanyak empat kali lipat dari jumlah total daerah otonom di Indonesia sekarang ini, lagi-lagi tak dikabulkan dengan mudah oleh Pemerintahan Joko Widodo. Dirjen Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan, Boediarso Teguh Widodo, juga menilai bahwa implementasi otonomi daerah sudah memberikandau dampak negatif sejak beberapa tahun awal pembentukan otonomi daerah. Pelonjakan atas alokasi gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) dapat dipastikan jika terbentuknya daerah-daerah otonomi baru. Hal ini karena diperlukannya sumber daya manusia untuk mengelola administrasi pemerintahan di tiap-tiap daerah otonom baru. Boediarso juga mengingatkan bahwa dengan adanya pemekaran wilayah atau otonomi daerah ini dapat berpotensi atas munculnya konflik sosial dikarenakan daya saing tinggi yang dapat timbul antar daerah.
Menyikapi usulan pemekaran atau terbentuknya daerah otonom baru, solusi yang beragam pun bermunculan. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) didukung dengan Kementerian Keuangan memperpanjang moratorium (pengangguhan) atas pemekaran wilayah atau otonomi daerah, setidaknya hingga akhir periode pemerintahan Joko Widodo. Selanjutnya, daerah-daerah otonom yang telah ada juga dapat meningkatkan potensi dan daya saing daerahnya masing-masing agar dapat lebih berkembang dan menjadi daerah otonom yang lebih baik lagi. Pada kenyataannya, pemekaran wilayah atau penambahan daerah otonom baru tidak terlalu dibutuhkan untuk sekarang ini. Pemekaran wilayah yang banyak belum tentu membuahkan dampak positif jika pada implementasinya memang tidak berjalan dengan efektif. Peningkatan potensi dan daya saing tiap daerah otonom yang telah ada juga dapat menciptakan keadaan daerah yang lebih stabil dan fondasi nasional yang lebih kokoh.

0 komentar:

Post a Comment