About

Wednesday, 26 December 2018

PUISI MENANG LOMBA MENULIS PUISI TINGKAT NASIONAL


Syair Rindu untuk Sahabat
Oleh : Anugrah Dwi Kusuma
Wahai sahabatku…
deburan ombak menuntun rasa rinduku padamu
ku tuliskan puisi ini dengan hati getas penuh badai
masih ingatkah engkau padaku ?

Wahai sahabatku…
engkau bagai matahari dan aku buminya
Aku ingin selalu berada di sisimu,
tak perduli berapa tahun cahaya kita berpisah

Tak pernah ku tolak bujukanmu
Berjalan berdua diiringi wangi bunga Dandelion
hingga menonton kabaret penghilang pasai
Semuanya abadi dalam pigura arkais
Saat engkau berada di sisiku,
hujan tak mampu mendirus hati ini,
Atmaku riang karena mualim sepertimu
Dimanakah engkau sekarang ?

Aku hanya anak elusif penuh beban teruk
Langit dan pertiwiku tak mampu menopangnya
Ku sanggupi rantauan demi sebongkah asa
Melangkah pelan bak tiada yang terjadi,
Ketakutan primordialku menjadi kenyataan,
Hatiku hancur berburai kesedihan,
melepas senyum dan pergi menjauhimu
Maafkan aku yang tak mampu mengucapkan selamat tinggal

Setiap hempasan ombak laksana rindu berkepanjangan
Air menggulung cepat demi melepasnya,
hamparan batu karang kokoh menahannya
Namun, selalu ada yang berhasil membasahi kakiku
Dengan harapan membawamu ke pantai ini,
memberimu inset foto kenangan yang terselip
Di bawah langit malam penuh bintang ku berdoa,
agar Sang Kuasa mempertemukan kita lagi

SEBONGKAH ASA DI IBUKOTA


Anak kecil bersandar pada orang-orangan sawah
Mendengar alunan musik gamelan
Bernyanyi hingga berlayar ke pulau kapuk
Repetan menusuk telinga menenggelamkannya

Semakin kencang
Tembus hingga langit ketujuh
Topik hutang, hutang, hutang
Menjadi beban anak bau kencur

Sekejap waktu telah berlalu
Sadar bahwa negeri ini sungguh luas
Berbekal atlas Indonesia usang toko klontong
Coretan pena melingkari peta ibukota

Anak ayam jadi anak rantau
Melepas gamang tuk mengembara
Memikul beban teruk dipundak
Membawa sebongkah asa ke ibukota

Berdiri di depan Kota Jakarta
pusat ribuan impian negeri ini
banyak filantropi yang terperangkap
meninggalkan jasad rakus tak bernyawa

Mondar-mandir di Kampung Pulo
Berkeliaran tanpa haluan
Surat lamaran ku genggam erat
Maksud hati menantikan keajaiban

Kamu adalah kamu
Aku adalah aku
Di balik gedung tinggi menjulang
Ada ribuan rumah reyot tak berpagar

Jeritan jiwa getas memberontak
Menghirup udara kotor dan sesak
Melihat lalu lintas penuh kemacetan
Menelik tatapan dingin manusia madar

Di rumah kumuh para pengangguran
Penghuninya majemuk penuh perbedaan
beda suku, agama, ras, dan antargolongan
Berbaur bagai ikan kecil di Laut Kaspia

Nyiur melambai dalam mimpi
Ilusi desa penuh perestorika
Andai bisa jelajahi lorong waktu
Pun akhirnya jatuh di lorong kumuh

Menahan air mata,
menutupi luka ternganga
Terombang-ambing pasrah,
bagaikan debu yang melayang bersama tiupan angin

Nasib pasik penuh dilema
hanya hati nurani yang menuntun
Bersimpuh di depan tempat ibadah
rintih berdoa agar peroleh asa







0 komentar:

Post a Comment