Syair Rindu untuk Sahabat
Oleh : Anugrah Dwi Kusuma
Wahai sahabatku…
deburan ombak
menuntun rasa rinduku padamu
ku tuliskan puisi
ini dengan hati getas penuh badai
masih ingatkah
engkau padaku ?
Wahai sahabatku…
engkau bagai
matahari dan aku buminya
Aku ingin selalu
berada di sisimu,
tak perduli berapa
tahun cahaya kita berpisah
Tak pernah ku
tolak bujukanmu
Berjalan berdua
diiringi wangi bunga Dandelion
hingga menonton
kabaret penghilang pasai
Semuanya abadi
dalam pigura arkais
Saat engkau berada
di sisiku,
hujan tak mampu
mendirus hati ini,
Atmaku riang
karena mualim sepertimu
Dimanakah engkau
sekarang ?
Aku hanya anak
elusif penuh beban teruk
Langit dan
pertiwiku tak mampu menopangnya
Ku sanggupi
rantauan demi sebongkah asa
Melangkah pelan bak
tiada yang terjadi,
Ketakutan primordialku
menjadi kenyataan,
Hatiku hancur berburai
kesedihan,
melepas senyum dan
pergi menjauhimu
Maafkan aku yang
tak mampu mengucapkan selamat tinggal
Setiap hempasan
ombak laksana rindu berkepanjangan
Air menggulung cepat
demi melepasnya,
hamparan batu
karang kokoh menahannya
Namun, selalu ada
yang berhasil membasahi kakiku
Dengan harapan
membawamu ke pantai ini,
memberimu inset
foto kenangan yang terselip
Di bawah langit
malam penuh bintang ku berdoa,
agar Sang Kuasa mempertemukan
kita lagi
SEBONGKAH
ASA DI IBUKOTA
Anak kecil bersandar pada orang-orangan sawah
Mendengar alunan musik gamelan
Bernyanyi hingga berlayar ke pulau kapuk
Repetan menusuk telinga menenggelamkannya
Semakin kencang
Tembus hingga langit ketujuh
Topik hutang, hutang, hutang
Menjadi beban anak bau kencur
Sekejap waktu telah berlalu
Sadar bahwa negeri ini sungguh luas
Berbekal atlas Indonesia usang toko klontong
Coretan pena melingkari peta ibukota
Anak ayam jadi anak rantau
Melepas gamang tuk mengembara
Memikul beban teruk dipundak
Membawa sebongkah asa ke ibukota
Berdiri di depan Kota Jakarta
pusat ribuan impian negeri ini
banyak filantropi yang terperangkap
meninggalkan jasad rakus tak bernyawa
Mondar-mandir di Kampung Pulo
Berkeliaran tanpa haluan
Surat lamaran ku genggam erat
Maksud hati menantikan keajaiban
Kamu adalah kamu
Aku adalah aku
Di balik gedung tinggi menjulang
Ada ribuan rumah reyot tak berpagar
Jeritan jiwa getas memberontak
Menghirup udara kotor dan sesak
Melihat lalu lintas penuh kemacetan
Menelik tatapan dingin manusia madar
Di rumah kumuh para pengangguran
Penghuninya majemuk penuh perbedaan
beda suku, agama, ras, dan antargolongan
Berbaur bagai ikan kecil di Laut Kaspia
Nyiur melambai dalam mimpi
Ilusi desa penuh perestorika
Andai bisa jelajahi lorong waktu
Pun akhirnya jatuh di lorong kumuh
Menahan air mata,
menutupi luka ternganga
Terombang-ambing pasrah,
bagaikan debu yang melayang bersama tiupan angin
Nasib pasik penuh dilema
hanya hati nurani yang menuntun
Bersimpuh di depan tempat ibadah
rintih berdoa agar peroleh asa
0 komentar:
Post a Comment