About

Wednesday, 26 December 2018

Artikel tentang Kasus Penyalahgunaan APBN (Kasus E-KTP)


FILE WORD BISA DIDOWNLOAD DI : sini

ARTIKEL
PENYALAHGUNAAN APBN NEGARA
“KASUS E-KTP’
                                     


Nama / Nomor Absen :
     Andri Ariastiti                         (5)
     Anugrah Dwi Kusuma           (6)
      Jenisa Fajar Satyani             (20)
      Rosma Yuliartini                    (26)



XII MIPA 1 (2017/2018)
SMA NEGERI 3 SINGARAJA


Alasan Keamanan,
Komisi II DPR Gunakan APBN di Proyek e-KTP untuk Dikorupsikan
Mantan Wakil Ketua Komisi II DPR Teguh Juwarno menyatakan, sebagian besar anggota di komisinya saat itu sepakat menggunakan APBN murni untuk pembiayaan proyek e-KTP. Pertimbangan perubahan ini, kata Teguh, lantaran anggota Komisi II DPR khawatir jika pembiayaan proyek menggunakan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) akan berpengaruh pada aspek keamanan maupun kerahasiaan proyek. Hal ini disampaikan Teguh saat menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
"Saat itu karena menyangkut kepentingan data dan rahasia negara maka harus dibiayai APBN murni, bukan pinjaman. Ini adalah keputusan politik yang diambil oleh komisi secara bulat," ujar Teguh saat memberikan keterangan.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi meminta kepada Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas untuk mengubah sumber pembiayaan proyek e-KTP agar tidak berasal dari pinjaman asing dan menggunakan pembiayaan dari dalam negeri. Namun dalam persidangan, Gamawan menegaskan bahwa usulan penggantian dana anggaran proyek pengadaan e-KTP berasal dari ‎DPR dan mantan menteri sebelum dirinya, Mardiyanto.
Meski demikian, Teguh mengaku tak tahu banyak soal teknis perubahan anggaran tersebut. Ia memastikan bahwa usulan anggaran dari Kemdagri ke DPR adalah anggaran yang sudah mendapatkan persetujuan dari Kemenkeu.
"Saya tidak ingat (siapa yang mengubah). Selama ini usulan anggaran dari pemerintah ke DPR itu yang sudah mendapatkan persetujuan di Kemenkeu. Tapi sumbernya dari mana tidak dibahas," katanya.
Gamawan menunjukkan surat yang memuat perubahan anggaran dari PHLN ke APBN. Surat itu ditandatangani oleh Mardiyanto pada November 2009. Atas perubahan pembiayaan itu, Gamawan pun melapor ke Soesilo Bambang Yudhoyono yang saat itu menjabat sebagai presiden. Dalam surat tersebut, lanjutnya, tercantum bahwa Komisi II DPR meminta Mendagri agar mengalokasikan anggaran untuk pembangunan dan diupayakan untuk menggunakan anggaran yang bersumber dari dalam negeri. Gamawan pun meminta pembentukan tim pengarah yang diketuai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan untuk memperlancar proses pengadaan e-KTP.
KPK menduga Novanto menggunakan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong untuk mengkondisikan proyek yang menggunakan anggaran senilai Rp 5,9 triliun tersebut. Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, sebagaimana dalam fakta persidangan, Novanto dan Andi Narogong sudah merencanakan korupsi dilakukan dalam dua tahap, yakni mulai dari penganggaran dan pengadaan barang dan jasa.
Jaksa KPK sebelumnya meyakini adanya peran Setya Novanto dalam korupsi proyek e-KTP. Jaksa yakin tindak pidana korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu dilakukan bersama-sama Setya Novanto.Hal itu dijelaskan jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan terhadap dua terdakwa mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, di Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Telah terjadi kerja sama yang erat dan sadar yang dilakukan para terdakwa dengan Setya Novanto, Diah Anggraini, Drajat Wisnu, Isnu Edhi dan Andi Agustinus alias Andi Narogong," ujar jaksa KPK Mufti Nur Irawan saat membacakan surat tuntutan.
Menurut jaksa, berdasarkan fakta dan teori hukum dapat disimpulkan bahwa pertemuan antara para terdakwa dengan Setya Novanto, Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraini, dan Andi Narogong di Hotel Gran Melia Jakarta, menunjukan telah terjadi pertemuan kepentingan. Andi selaku pengusaha menginginkan mengerjakan proyek. Diah dan para terdakwa selaku birokrat yang melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa. Setya Novanto saat itu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.
Dalam hal ini, Setya Novanto mempunyai pengaruh dalam proses penganggaran pada Komisi II DPR RI. Apalagi, Ketua Komisi II DPR adalah Burhanuddin Napitupulu yang merupakan anggota Fraksi Partai Golkar.
Menurut jaksa, pertemuan itu merupakan permulaan untuk mewujudkan delik korupsi. Jaksa menilai bahwa semua yang hadir dalam pertemuan menyadari bahwa pertemuan itu bertentangan dengan hukum, serta norma kepatutan dan kepantasan.
Apalagi, pertemuan dilakukan di luar kewajaran, yakni pada pukul 06.00 WIB. Selain pertemuan, menurut jaksa, unsur penyertaan juga telah terbukti dengan adanya upaya Setya Novanto untuk menghilangkan fakta. Novanto memerintahkan Diah Anggraini agar menyampaikan pesan kepada Irman, agar mengaku tidak mengenal Novanto saat ditanya oleh penyidik KPK. Tak hanya itu, dalam suatu peristiwa, Irman dan Andi Narogong pernah menemui Novanto di ruang kerja di Lantai 12 Gedung DPR dan membahas proyek e-KTP. Dalam pertemuan itu, Novanto mengatakan bahwa ia sedang berkoordinasi dengan anggota DPR. Novanto juga meminta agar Irman menanyakan perkembangannya melalui Andi Narogong.
Dari segi ekonomi sendiri, korupsi akan berdampak banyak perekonomian negara kita. Yang paling utama pembangunan terhadap sektor - sektor publik menjadi tersendat. Dana APBN maupun APBD dari pemerintah yang hampir semua dialokasikan untuk kepentingan rakyat seperti fasilitas-fasilitas publik hampir tidak terlihat realisasinya, kalaupun ada realisasinya tentunya tidak sebanding dengan biaya anggaran yang diajukan. Walaupun belum banyak buktinya, jelas ini merupakan indikasi terhadap korupsi. Tidak jelasnya pembangunan fasilitas - fasilitas publik ini nantinya akan memberi efek domino yang berdampak sistemik bagi publik, yang dalam ini adalah masyarakat. Contoh kecilnya saja, jalan - jalan yang rusak dan tidak pernah diperbaiki akan mengakibatkan susahnya masyarakat dalam melaksanakan mobilitas mereka termasuk juga dalam melakukan kegiatan ekonomi mereka. Jadi akibat dari korupsi ini tidak hanya mengganggu perekonomian dalam skala makro saja, tetapi juga mengganggu secara mikro dengan terhambatnya suplai barang dan jasa sebagai salah satu contohnya.

Karena terhambatnya segala macam pembangunan dalam sektor-sektor publik, Kebijakan- kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan optimal lagi. Segala macam kebijakan-kebijakan yang pro rakyat dibuat pemerintah akan menjadi sia - sia hanya karena masalah korupsi. Hal ini akan menambah tingkat kemiskinan, pengangguran dan juga kesenjangan sosial karena dana pemerintah yang harusnya untuk rakyat justru masuk ke kantong para pejabat dan orang - orang yang tidak bertanggung jawab lainnya. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak optimal ini akan menurunkan kualitas pelayanan pemerintah di berbagai bidang. Menurunnya kualitas pelayanan pemerintah akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kepercayaan masyarakat yang semakin berkurang dapat membuat masyarakat menjadi marah. Kita bisa lihat contoh di Tunisia, Mesir dan Libya di mana kemarahan masyarakat dapat menggulingkan pemerintah, mereka melakukan hal - hal tersebut utamanya karena masalah ekonomi. Pada tahun 1998 pun kerusuhan yang ada di dipicu oleh masalah ekonomi, yakni krisis moneter yang jika dikaji penyebabnya ialah karena masalah korupsi. Bukan hal tersebut akan terulang jika korupsi masih merajalela dan pemerintah tidak menanggapi masalah ini dengan serius.

Dari segi investor sendiri, dengan adanya korupsi di dalam tubuh pemerintah membuat produsen harus mengeluarkan cost tambahan untuk menyelesaikan masalah birokrasi. Bertambahnya cost ini tentunya akan merugikan mereka. Sementara bagi para investor asing, mereka akan tidak tertarik untuk berinvestasi di Indonesia karena masalah birokrasi yang menjadi ladang korupsi ini dan beralih untuk berinvestasi di negara lain. Hal ini akan merugikan negara karena dengan adanya investasi asing negara kita akan mendapatkan penghasilan yang besar melalui pajak, begitu juga dengan masyarakat, mereka akan mendapatkan lapangan kerja dan penghasilan. Akan tetapi gara - gara korupsi, semuanya menghilang begitu saja. Masalah tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya tingkat kesejahteraan pun menjadi tak teratasi. Dari UKM sendiri yang merupakan tonggak perekonomian Indonesia, adanya korupsi membuat mereka menjadi tidak berkembang. Pemerintah menjadi tidak peduli terhadap mereka lagi karena dalam sektor UKM sendiri tidak banyak "menguntungkan" bagi pemerintah. Padahal, lagi - lagi UKM sendiri merupakan usaha yang sifatnya massal dan banyak menyedot lapangan kerja. Tidak berkembangnya UKM ini juga akan menyebabkan tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya tingkat kesejahteraan. Apalagi dengan adanya China ASEAN Free Trade Agreement tentunya akan semakin menyulitkan bagi sektor UKM untuk berkembang.

Kalau dari pemerintah yang merupakan tempatnya koruptor, mereka pasti akan memindahkan uang-uang hasil korupsi yang mereka dapatkan ke rekening di bank - bank negara asing. Padahal uang tersebut seharusnya merupakan uang negara yang akan diinvestasikan di negara ini dan mereka malah membawa uang tersebut ke luar negeri. Hal ini akan membuat pembangunan ekonomi menjadi tersendat tentunya.

Dengan korupsi juga, pemerintah tidak akan lagi pro kepada masyarakat. Mereka akan pro kepada para pengusaha kotor yang memberi suap. Kebijakan - kebijakan yang mereka lakukan akan menguntungkan para pengusaha licik ini. Bahkan mungkin saja mereka akan tega menjual sektor-sektor vital negara, juga membuat kebijakan - kebijakan yang tidak pro rakyat hanya untuk kepentingan pribadi.

Masalah korupsi ini sebenarnya bisa untuk diberantas, asalkan pemerintah mau dan benar-benar berkomitmen untuk memberantas masalah korupsi. Akan tetapi pemerintah terlihat setengah-setengah untuk memberantas masalah korupsi. Bahkan, Presiden SBY pun hanya bisa mengecam tindakan orang yang merampok uang negara sebesar Rp 103 T. Tidak ada yang bisa pemerintah lakukan terhadap hal tersebut. Kita bisa melihat bahwa tidak ada Undang - Undang yang memberatkan para koruptor. Penegakan hukum terhadap para koruptor juga sengat lemah. Sampai saat ini tidak ada satu pun koruptor yang menerima hukuman berat. Sebagian besar koruptor hanya mendapatkan hukuman penjara yang tidak sebanding dengan apa yang telah mereka curi. Di dalam penjara pun mereka juga mendapatkan fasilitas yang berbeda dengan tahanan lain, fasilitas yang lebih mewah. Pemerintah juga terlihat tidak serius mendukung KPK, bahkan beberapa waktu yang lalu ketua DPR kita memberi usul untuk membubarkan KPK. Padahal KPK merupakan salah satu komisi yang efektif untuk memberantas korupsi. Seperti kita tahu, usulan pembentukan KPK di daerah serta pembangungan penjara khusus koruptor ditolak oleh pemerintah, seharusnya hal itu tak perlu terjadi. Sudah seharusnya pemerintah berkomitmen penuh untuk memberantas korupsi. Sudah seharusnya DPR mendukung penuh dengan membuat Undang - Undang dan kebijakan - kebijakan yang memudahkan KPK. Selain itu, penegakan hukum terhdapat koruptor juga harus diperbaiki. Pemerintah juga perlu untuk mengubah Undang - Undang yang harus memberatkan para koruptor. Pemerintah juga harus transparan dalam melakukan segala sesuatu. Pemerintah juga harus mendukung penuh KPK dalam melaksanakan tugasnya. Kita juga tahu yang namanya prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang meliputi transparansi, akuntabilitas, pertanggung jawaban, independen, dan adil. Sudah sewajarnya prinsip -prinsip tersebut dilaksanakan pemerintah. Setiap orang dari pemerintahan sendiri maupun dari luar pemerintahan juga harus berlaku jujur. Seperti yang dikatakan oleh mantan wakil presiden kita, Jusuf Kalla "Korupsi bisa menjamur jika atasannya sendiri yang mencontohkan". Jadi hal paling utama yang harus dilakukan untuk memberantas korupsi ialah mengubah perilaku kita sendiri, yakni membiasakan untuk jujur dalam melaksanakan segala sesuatu. Karena jika semua berlaku seperti itu maka negara kita akan bebas dari korupsi.

0 komentar:

Post a Comment