FILE WORD BISA DIDOWNLOAD DI : sini
ARTIKEL
PENYALAHGUNAAN APBN
NEGARA
“KASUS E-KTP’
Nama /
Nomor Absen :
Andri
Ariastiti (5)
Anugrah Dwi Kusuma (6)
Jenisa
Fajar Satyani (20)
Rosma
Yuliartini (26)
XII MIPA 1 (2017/2018)
SMA NEGERI 3 SINGARAJA
Alasan Keamanan,
Komisi II DPR Gunakan APBN di Proyek e-KTP untuk
Dikorupsikan
Mantan
Wakil Ketua Komisi II DPR Teguh Juwarno menyatakan, sebagian besar anggota di
komisinya saat itu sepakat menggunakan APBN murni untuk pembiayaan proyek e-KTP.
Pertimbangan perubahan ini, kata Teguh, lantaran anggota Komisi II DPR khawatir
jika pembiayaan proyek menggunakan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) akan
berpengaruh pada aspek keamanan maupun kerahasiaan proyek. Hal ini disampaikan Teguh
saat menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP
dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
"Saat
itu karena menyangkut kepentingan data dan rahasia negara maka harus dibiayai
APBN murni, bukan pinjaman. Ini adalah keputusan politik yang diambil oleh
komisi secara bulat," ujar Teguh saat memberikan keterangan.
Dalam
dakwaan disebutkan bahwa mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi meminta
kepada Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas untuk mengubah sumber pembiayaan
proyek e-KTP agar tidak berasal dari pinjaman asing dan menggunakan pembiayaan
dari dalam negeri. Namun
dalam persidangan, Gamawan menegaskan bahwa usulan penggantian dana anggaran
proyek pengadaan e-KTP berasal dari DPR dan mantan menteri sebelum dirinya,
Mardiyanto.
Meski
demikian, Teguh mengaku tak tahu banyak soal teknis perubahan anggaran
tersebut. Ia memastikan bahwa usulan anggaran dari Kemdagri ke DPR adalah
anggaran yang sudah mendapatkan persetujuan dari Kemenkeu.
"Saya
tidak ingat (siapa yang mengubah). Selama ini usulan anggaran dari pemerintah
ke DPR itu yang sudah mendapatkan persetujuan di Kemenkeu. Tapi sumbernya dari
mana tidak dibahas," katanya.
Gamawan
menunjukkan surat yang memuat perubahan anggaran dari PHLN ke APBN. Surat itu
ditandatangani oleh Mardiyanto pada November 2009. Atas perubahan pembiayaan
itu, Gamawan pun melapor ke Soesilo Bambang Yudhoyono yang saat itu menjabat
sebagai presiden. Dalam surat tersebut, lanjutnya, tercantum bahwa Komisi II
DPR meminta Mendagri agar mengalokasikan anggaran untuk pembangunan dan
diupayakan untuk menggunakan anggaran yang bersumber dari dalam negeri. Gamawan
pun meminta pembentukan tim pengarah yang diketuai Menteri Koordinator Politik,
Hukum, dan Keamanan untuk memperlancar proses pengadaan e-KTP.
KPK
menduga Novanto menggunakan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong untuk
mengkondisikan proyek yang menggunakan anggaran senilai Rp 5,9 triliun
tersebut. Menurut
Ketua KPK Agus Rahardjo, sebagaimana dalam fakta persidangan, Novanto dan Andi
Narogong sudah merencanakan korupsi dilakukan dalam dua tahap, yakni mulai dari
penganggaran dan pengadaan barang dan jasa.
Jaksa
KPK sebelumnya meyakini adanya peran Setya Novanto dalam korupsi proyek e-KTP. Jaksa yakin tindak pidana
korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu dilakukan bersama-sama Setya
Novanto.Hal itu dijelaskan jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan terhadap
dua terdakwa mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, di
Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Telah
terjadi kerja sama yang erat dan sadar yang dilakukan para terdakwa dengan
Setya Novanto, Diah Anggraini, Drajat Wisnu, Isnu Edhi dan Andi Agustinus alias
Andi Narogong," ujar jaksa KPK Mufti Nur Irawan saat membacakan surat
tuntutan.
Menurut
jaksa, berdasarkan fakta dan teori hukum dapat disimpulkan bahwa pertemuan
antara para terdakwa dengan Setya Novanto, Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah
Anggraini, dan Andi Narogong di Hotel Gran Melia Jakarta, menunjukan telah terjadi
pertemuan kepentingan. Andi
selaku pengusaha menginginkan mengerjakan proyek. Diah dan para terdakwa selaku
birokrat yang melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa. Setya Novanto
saat itu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.
Dalam hal ini, Setya
Novanto mempunyai pengaruh dalam proses penganggaran pada Komisi II DPR RI. Apalagi, Ketua Komisi II
DPR adalah Burhanuddin Napitupulu yang merupakan anggota Fraksi Partai Golkar.
Menurut jaksa,
pertemuan itu merupakan permulaan untuk mewujudkan delik korupsi. Jaksa menilai
bahwa semua yang hadir dalam pertemuan menyadari bahwa pertemuan itu
bertentangan dengan hukum, serta norma kepatutan dan kepantasan.
Apalagi, pertemuan
dilakukan di luar kewajaran, yakni pada pukul 06.00 WIB. Selain pertemuan, menurut
jaksa, unsur penyertaan juga telah terbukti dengan adanya upaya Setya Novanto
untuk menghilangkan fakta. Novanto
memerintahkan Diah Anggraini agar menyampaikan pesan kepada Irman, agar mengaku
tidak mengenal Novanto saat ditanya oleh penyidik KPK. Tak hanya itu, dalam
suatu peristiwa, Irman dan Andi Narogong pernah menemui Novanto di ruang kerja
di Lantai 12 Gedung DPR dan membahas proyek e-KTP. Dalam pertemuan itu,
Novanto mengatakan bahwa ia sedang berkoordinasi dengan anggota DPR. Novanto juga meminta agar
Irman menanyakan perkembangannya melalui Andi Narogong.
Dari segi ekonomi sendiri, korupsi akan berdampak
banyak perekonomian negara kita. Yang paling utama pembangunan terhadap sektor
- sektor publik menjadi tersendat. Dana APBN maupun APBD dari pemerintah yang
hampir semua dialokasikan untuk kepentingan rakyat seperti fasilitas-fasilitas
publik hampir tidak terlihat realisasinya, kalaupun ada realisasinya tentunya
tidak sebanding dengan biaya anggaran yang diajukan. Walaupun belum banyak
buktinya, jelas ini merupakan indikasi terhadap korupsi. Tidak jelasnya
pembangunan fasilitas - fasilitas publik ini nantinya akan memberi efek domino
yang berdampak sistemik bagi publik, yang dalam ini adalah masyarakat. Contoh
kecilnya saja, jalan - jalan yang rusak dan tidak pernah diperbaiki akan
mengakibatkan susahnya masyarakat dalam melaksanakan mobilitas mereka termasuk
juga dalam melakukan kegiatan ekonomi mereka. Jadi akibat dari korupsi ini
tidak hanya mengganggu perekonomian dalam skala makro saja, tetapi juga
mengganggu secara mikro dengan terhambatnya suplai barang dan jasa sebagai
salah satu contohnya.
Karena terhambatnya segala macam pembangunan dalam sektor-sektor publik, Kebijakan- kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan optimal lagi. Segala macam kebijakan-kebijakan yang pro rakyat dibuat pemerintah akan menjadi sia - sia hanya karena masalah korupsi. Hal ini akan menambah tingkat kemiskinan, pengangguran dan juga kesenjangan sosial karena dana pemerintah yang harusnya untuk rakyat justru masuk ke kantong para pejabat dan orang - orang yang tidak bertanggung jawab lainnya. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak optimal ini akan menurunkan kualitas pelayanan pemerintah di berbagai bidang. Menurunnya kualitas pelayanan pemerintah akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kepercayaan masyarakat yang semakin berkurang dapat membuat masyarakat menjadi marah. Kita bisa lihat contoh di Tunisia, Mesir dan Libya di mana kemarahan masyarakat dapat menggulingkan pemerintah, mereka melakukan hal - hal tersebut utamanya karena masalah ekonomi. Pada tahun 1998 pun kerusuhan yang ada di dipicu oleh masalah ekonomi, yakni krisis moneter yang jika dikaji penyebabnya ialah karena masalah korupsi. Bukan hal tersebut akan terulang jika korupsi masih merajalela dan pemerintah tidak menanggapi masalah ini dengan serius.
Dari segi investor sendiri, dengan adanya korupsi di dalam tubuh pemerintah membuat produsen harus mengeluarkan cost tambahan untuk menyelesaikan masalah birokrasi. Bertambahnya cost ini tentunya akan merugikan mereka. Sementara bagi para investor asing, mereka akan tidak tertarik untuk berinvestasi di Indonesia karena masalah birokrasi yang menjadi ladang korupsi ini dan beralih untuk berinvestasi di negara lain. Hal ini akan merugikan negara karena dengan adanya investasi asing negara kita akan mendapatkan penghasilan yang besar melalui pajak, begitu juga dengan masyarakat, mereka akan mendapatkan lapangan kerja dan penghasilan. Akan tetapi gara - gara korupsi, semuanya menghilang begitu saja. Masalah tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya tingkat kesejahteraan pun menjadi tak teratasi. Dari UKM sendiri yang merupakan tonggak perekonomian Indonesia, adanya korupsi membuat mereka menjadi tidak berkembang. Pemerintah menjadi tidak peduli terhadap mereka lagi karena dalam sektor UKM sendiri tidak banyak "menguntungkan" bagi pemerintah. Padahal, lagi - lagi UKM sendiri merupakan usaha yang sifatnya massal dan banyak menyedot lapangan kerja. Tidak berkembangnya UKM ini juga akan menyebabkan tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya tingkat kesejahteraan. Apalagi dengan adanya China ASEAN Free Trade Agreement tentunya akan semakin menyulitkan bagi sektor UKM untuk berkembang.
Kalau dari pemerintah yang merupakan tempatnya koruptor, mereka pasti akan memindahkan uang-uang hasil korupsi yang mereka dapatkan ke rekening di bank - bank negara asing. Padahal uang tersebut seharusnya merupakan uang negara yang akan diinvestasikan di negara ini dan mereka malah membawa uang tersebut ke luar negeri. Hal ini akan membuat pembangunan ekonomi menjadi tersendat tentunya.
Karena terhambatnya segala macam pembangunan dalam sektor-sektor publik, Kebijakan- kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan optimal lagi. Segala macam kebijakan-kebijakan yang pro rakyat dibuat pemerintah akan menjadi sia - sia hanya karena masalah korupsi. Hal ini akan menambah tingkat kemiskinan, pengangguran dan juga kesenjangan sosial karena dana pemerintah yang harusnya untuk rakyat justru masuk ke kantong para pejabat dan orang - orang yang tidak bertanggung jawab lainnya. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak optimal ini akan menurunkan kualitas pelayanan pemerintah di berbagai bidang. Menurunnya kualitas pelayanan pemerintah akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kepercayaan masyarakat yang semakin berkurang dapat membuat masyarakat menjadi marah. Kita bisa lihat contoh di Tunisia, Mesir dan Libya di mana kemarahan masyarakat dapat menggulingkan pemerintah, mereka melakukan hal - hal tersebut utamanya karena masalah ekonomi. Pada tahun 1998 pun kerusuhan yang ada di dipicu oleh masalah ekonomi, yakni krisis moneter yang jika dikaji penyebabnya ialah karena masalah korupsi. Bukan hal tersebut akan terulang jika korupsi masih merajalela dan pemerintah tidak menanggapi masalah ini dengan serius.
Dari segi investor sendiri, dengan adanya korupsi di dalam tubuh pemerintah membuat produsen harus mengeluarkan cost tambahan untuk menyelesaikan masalah birokrasi. Bertambahnya cost ini tentunya akan merugikan mereka. Sementara bagi para investor asing, mereka akan tidak tertarik untuk berinvestasi di Indonesia karena masalah birokrasi yang menjadi ladang korupsi ini dan beralih untuk berinvestasi di negara lain. Hal ini akan merugikan negara karena dengan adanya investasi asing negara kita akan mendapatkan penghasilan yang besar melalui pajak, begitu juga dengan masyarakat, mereka akan mendapatkan lapangan kerja dan penghasilan. Akan tetapi gara - gara korupsi, semuanya menghilang begitu saja. Masalah tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya tingkat kesejahteraan pun menjadi tak teratasi. Dari UKM sendiri yang merupakan tonggak perekonomian Indonesia, adanya korupsi membuat mereka menjadi tidak berkembang. Pemerintah menjadi tidak peduli terhadap mereka lagi karena dalam sektor UKM sendiri tidak banyak "menguntungkan" bagi pemerintah. Padahal, lagi - lagi UKM sendiri merupakan usaha yang sifatnya massal dan banyak menyedot lapangan kerja. Tidak berkembangnya UKM ini juga akan menyebabkan tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya tingkat kesejahteraan. Apalagi dengan adanya China ASEAN Free Trade Agreement tentunya akan semakin menyulitkan bagi sektor UKM untuk berkembang.
Kalau dari pemerintah yang merupakan tempatnya koruptor, mereka pasti akan memindahkan uang-uang hasil korupsi yang mereka dapatkan ke rekening di bank - bank negara asing. Padahal uang tersebut seharusnya merupakan uang negara yang akan diinvestasikan di negara ini dan mereka malah membawa uang tersebut ke luar negeri. Hal ini akan membuat pembangunan ekonomi menjadi tersendat tentunya.
Dengan
korupsi juga, pemerintah tidak akan lagi pro kepada masyarakat. Mereka akan pro
kepada para pengusaha kotor yang memberi suap. Kebijakan - kebijakan yang
mereka lakukan akan menguntungkan para pengusaha licik ini. Bahkan mungkin saja
mereka akan tega menjual sektor-sektor vital negara, juga membuat kebijakan -
kebijakan yang tidak pro rakyat hanya untuk kepentingan pribadi.
Masalah korupsi ini sebenarnya bisa untuk diberantas, asalkan pemerintah mau dan benar-benar berkomitmen untuk memberantas masalah korupsi. Akan tetapi pemerintah terlihat setengah-setengah untuk memberantas masalah korupsi. Bahkan, Presiden SBY pun hanya bisa mengecam tindakan orang yang merampok uang negara sebesar Rp 103 T. Tidak ada yang bisa pemerintah lakukan terhadap hal tersebut. Kita bisa melihat bahwa tidak ada Undang - Undang yang memberatkan para koruptor. Penegakan hukum terhadap para koruptor juga sengat lemah. Sampai saat ini tidak ada satu pun koruptor yang menerima hukuman berat. Sebagian besar koruptor hanya mendapatkan hukuman penjara yang tidak sebanding dengan apa yang telah mereka curi. Di dalam penjara pun mereka juga mendapatkan fasilitas yang berbeda dengan tahanan lain, fasilitas yang lebih mewah. Pemerintah juga terlihat tidak serius mendukung KPK, bahkan beberapa waktu yang lalu ketua DPR kita memberi usul untuk membubarkan KPK. Padahal KPK merupakan salah satu komisi yang efektif untuk memberantas korupsi. Seperti kita tahu, usulan pembentukan KPK di daerah serta pembangungan penjara khusus koruptor ditolak oleh pemerintah, seharusnya hal itu tak perlu terjadi. Sudah seharusnya pemerintah berkomitmen penuh untuk memberantas korupsi. Sudah seharusnya DPR mendukung penuh dengan membuat Undang - Undang dan kebijakan - kebijakan yang memudahkan KPK. Selain itu, penegakan hukum terhdapat koruptor juga harus diperbaiki. Pemerintah juga perlu untuk mengubah Undang - Undang yang harus memberatkan para koruptor. Pemerintah juga harus transparan dalam melakukan segala sesuatu. Pemerintah juga harus mendukung penuh KPK dalam melaksanakan tugasnya. Kita juga tahu yang namanya prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang meliputi transparansi, akuntabilitas, pertanggung jawaban, independen, dan adil. Sudah sewajarnya prinsip -prinsip tersebut dilaksanakan pemerintah. Setiap orang dari pemerintahan sendiri maupun dari luar pemerintahan juga harus berlaku jujur. Seperti yang dikatakan oleh mantan wakil presiden kita, Jusuf Kalla "Korupsi bisa menjamur jika atasannya sendiri yang mencontohkan". Jadi hal paling utama yang harus dilakukan untuk memberantas korupsi ialah mengubah perilaku kita sendiri, yakni membiasakan untuk jujur dalam melaksanakan segala sesuatu. Karena jika semua berlaku seperti itu maka negara kita akan bebas dari korupsi.
Masalah korupsi ini sebenarnya bisa untuk diberantas, asalkan pemerintah mau dan benar-benar berkomitmen untuk memberantas masalah korupsi. Akan tetapi pemerintah terlihat setengah-setengah untuk memberantas masalah korupsi. Bahkan, Presiden SBY pun hanya bisa mengecam tindakan orang yang merampok uang negara sebesar Rp 103 T. Tidak ada yang bisa pemerintah lakukan terhadap hal tersebut. Kita bisa melihat bahwa tidak ada Undang - Undang yang memberatkan para koruptor. Penegakan hukum terhadap para koruptor juga sengat lemah. Sampai saat ini tidak ada satu pun koruptor yang menerima hukuman berat. Sebagian besar koruptor hanya mendapatkan hukuman penjara yang tidak sebanding dengan apa yang telah mereka curi. Di dalam penjara pun mereka juga mendapatkan fasilitas yang berbeda dengan tahanan lain, fasilitas yang lebih mewah. Pemerintah juga terlihat tidak serius mendukung KPK, bahkan beberapa waktu yang lalu ketua DPR kita memberi usul untuk membubarkan KPK. Padahal KPK merupakan salah satu komisi yang efektif untuk memberantas korupsi. Seperti kita tahu, usulan pembentukan KPK di daerah serta pembangungan penjara khusus koruptor ditolak oleh pemerintah, seharusnya hal itu tak perlu terjadi. Sudah seharusnya pemerintah berkomitmen penuh untuk memberantas korupsi. Sudah seharusnya DPR mendukung penuh dengan membuat Undang - Undang dan kebijakan - kebijakan yang memudahkan KPK. Selain itu, penegakan hukum terhdapat koruptor juga harus diperbaiki. Pemerintah juga perlu untuk mengubah Undang - Undang yang harus memberatkan para koruptor. Pemerintah juga harus transparan dalam melakukan segala sesuatu. Pemerintah juga harus mendukung penuh KPK dalam melaksanakan tugasnya. Kita juga tahu yang namanya prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang meliputi transparansi, akuntabilitas, pertanggung jawaban, independen, dan adil. Sudah sewajarnya prinsip -prinsip tersebut dilaksanakan pemerintah. Setiap orang dari pemerintahan sendiri maupun dari luar pemerintahan juga harus berlaku jujur. Seperti yang dikatakan oleh mantan wakil presiden kita, Jusuf Kalla "Korupsi bisa menjamur jika atasannya sendiri yang mencontohkan". Jadi hal paling utama yang harus dilakukan untuk memberantas korupsi ialah mengubah perilaku kita sendiri, yakni membiasakan untuk jujur dalam melaksanakan segala sesuatu. Karena jika semua berlaku seperti itu maka negara kita akan bebas dari korupsi.
0 komentar:
Post a Comment